Pada pembukaan perdagangan Rabu (23/4/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan performa yang impresif dengan melonjak 63 poin atau menguat 0,96% ke level 6.4601,08. Momentum positif ini berlanjut, hanya dalam dua menit IHSG kembali mencatatkan kenaikan sebesar 1,07% menuju 6.608,09.
Kenaikan ini didorong oleh pergerakan positif pada mayoritas sektor perdagangan, dengan sektor properti dan teknologi memimpin penguatan. Sementara itu, sektor barang baku menjadi satu-satunya yang mengalami koreksi. Aktivitas perdagangan pagi ini mencatatkan nilai transaksi sebesar Rp 428 miliar, melibatkan 701 juta saham dalam 28.230 kali transaksi.
Bursa Asia lainnya juga turut mencatatkan penguatan, mengikuti jejak Wall Street yang terangkat sentimen positif terkait potensi meredanya tensi perang dagang AS-China. Isyarat dari Presiden AS mengenai tarif ekspor China yang tidak akan mencapai 145%, meskipun tidak sampai 0%, memberikan angin segar bagi pasar.
Sentimen pasar hari ini didominasi oleh faktor-faktor domestik, terutama penantian hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait kebijakan moneter. Meski demikian, sentimen eksternal seperti performa Wall Street dan harapan meredanya ketegangan AS-China tetap memberikan pengaruh signifikan.
RDG BI yang berlangsung pada 22-23 April 2025 menjadi fokus perhatian, terutama keputusan terkait suku bunga (BI rate) di tengah ketidakpastian global dan perang dagang. Sebelumnya, BI rate ditahan di level 5,75% pada Maret 2025, sesuai dengan proyeksi berbagai lembaga.
Konsensus menunjukkan mayoritas lembaga memproyeksikan BI akan mempertahankan suku bunganya di level 5,75%. Namun, terdapat beberapa yang memperkirakan penurunan suku bunga menjadi 5,50%. Keputusan BI menjadi krusial mengingat tingginya ketidakpastian global akibat kebijakan perdagangan AS.
Selain penantian suku bunga, pelaku pasar juga mengamati pergerakan aset safe haven seperti emas dan Yen Jepang. Harga emas sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$ 3.500,5. Penurunan indeks dolar AS juga mendukung potensi kenaikan harga emas.
Beberapa bank investasi besar, seperti Goldman Sachs dan UBS, memberikan proyeksi optimis untuk harga emas pada 2025-2026, dengan potensi mencapai US$3.700 per troy ons pada akhir tahun 2025 dan US$4.000 per ons pada pertengahan tahun 2026.
Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% pada 2025 dan 2026, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%. Pemangkasan ini disebabkan oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi global, terutama di China.