Jakarta – Rusia menyatakan tidak lagi terikat pada moratorium penempatan rudal jarak pendek dan menengah, sebuah langkah yang dipicu oleh apa yang Moskow sebut sebagai "tindakan destabilisasi" oleh Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Pengumuman ini disampaikan Kementerian Luar Negeri Rusia pada Senin (4/8). Sebelumnya, sejak AS menarik diri dari perjanjian rudal pada 2019, Rusia berjanji tidak akan mengerahkan senjata serupa selama Washington tidak melakukannya.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengungkapkan bahwa Moskow harus merespons manuver strategis yang dianggap merugikan oleh AS dan NATO. Pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia menegaskan bahwa situasi yang berkembang mengarah pada penempatan rudal darat jarak menengah dan pendek buatan AS di Eropa dan kawasan Asia-Pasifik. Kondisi ini menghilangkan dasar untuk mempertahankan moratorium sepihak atas pengerahan senjata serupa.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev juga menuding negara-negara NATO sebagai penyebab pencabutan moratorium rudal nuklir jarak pendek dan menengah. Ia memperingatkan bahwa Moskow akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut sebagai respons.
Medvedev, melalui platform X, menyatakan bahwa keputusan Kementerian Luar Negeri Rusia merupakan konsekuensi dari kebijakan anti-Rusia yang diterapkan oleh negara-negara NATO. Ia menambahkan bahwa ini adalah realitas baru yang harus dihadapi oleh semua pihak dan menjanjikan langkah-langkah lanjutan.
Sebagai informasi, AS keluar dari perjanjian Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) pada 2019 dengan alasan pelanggaran oleh Rusia. Perjanjian INF, yang ditandatangani pada 1987 oleh pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan, melarang seluruh kelas senjata rudal yang diluncurkan dari darat dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer.