Polemik Royalti Musik di Cafe: Putar Radio Bebas Biaya atau Tetap Wajib Bayar?

Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) menegaskan bahwa bisnis kuliner seperti cafe dan restoran yang memutar lagu Indonesia melalui radio tetap memiliki kewajiban membayar royalti musik kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Pernyataan ini muncul sebagai klarifikasi atas pendapat yang sebelumnya disampaikan oleh Asosiasi Music Director Indonesia (AMDI) yang menyatakan bahwa tempat usaha yang memutar radio seharusnya tidak lagi dibebankan royalti untuk lagu yang diputar dari siaran radio.

Ketua Umum PRSSNI berpendapat bahwa logika yang sama berlaku seperti halnya ketika sebuah tempat usaha memutar lagu melalui platform streaming digital seperti YouTube atau Spotify, di mana kewajiban membayar royalti tetap ada. Menurutnya, sekalipun radio telah membayar royalti, pembayaran tersebut adalah untuk hak siar lagu, bukan untuk pemanfaatan musik di tempat usaha seperti restoran atau cafe.

"Memutar radio tidak serta merta membebaskan dari kewajiban royalti," tegasnya. Ia menambahkan, saat ini sebagian besar radio di Indonesia masih dalam proses memperjuangkan skema pembayaran royalti yang ideal.

Bahkan, jika sebuah stasiun radio memiliki restoran atau cafe sendiri dan memutar siarannya di tempat tersebut, kewajiban membayar royalti tetap berlaku. Hal serupa juga berlaku ketika radio menyelenggarakan acara musik yang melibatkan musisi lokal; pembayaran royalti kepada LMKN tetap menjadi kewajiban. Besaran royalti yang dikenakan umumnya dihitung berdasarkan jumlah kursi yang tersedia di restoran atau cafe tersebut.

Sebelumnya, AMDI berpendapat bahwa industri radio sudah memiliki kewajiban membayar royalti melalui kolektif yang difasilitasi oleh PRSSNI. Oleh karena itu, menurut mereka, cafe atau tempat usaha yang memutar radio seharusnya tidak lagi dibebankan biaya royalti. Namun, wacana kerja sama antara tempat usaha dan radio untuk mengatasi masalah royalti ini mungkin saja bisa terwujud.

Scroll to Top