Isu Ijazah Jokowi Kembali Mencuat di Tengah Transisi Pemerintahan

Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menjadi sorotan di tengah memanasnya suhu politik nasional. Pengamat hukum dan politik, Pieter C. Zulkifli, menilai isu ini sebagai komoditas politik musiman yang terus diangkat meskipun telah berulang kali dibantah, termasuk oleh Universitas Gadjah Mada (UGM).

Pieter menduga isu ini sengaja dimunculkan saat masa transisi pemerintahan menuju Presiden Prabowo Subianto. Ia berpendapat narasi ini bukan hanya menyerang Jokowi, tetapi juga berpotensi menjadi bagian dari upaya sistematis untuk mengganggu legitimasi pemerintahan yang baru.

Menurut Pieter, tudingan yang terus berulang ini seolah-olah merupakan skandal besar yang ditutup-tutupi, padahal UGM telah mengonfirmasi bahwa Jokowi adalah alumni Fakultas Kehutanan dengan rekam jejak akademik yang terdokumentasi. Ia mengajak publik untuk memahami motif di balik munculnya kembali isu ini dan siapa yang diuntungkan dari kegaduhan yang ditimbulkan.

Pieter juga mendorong masyarakat untuk menjaga demokrasi dari erosi etika dan nalar di era informasi terbuka. Ia menegaskan bahwa pihak yang menuduh harus mampu membuktikan tuduhannya. Tanpa bukti yang kuat, tuduhan tersebut hanya akan menjadi fitnah.

Ia menyoroti bahwa logika politik saat ini sering tidak sejalan dengan logika hukum dan etika. Tuduhan yang lemah justru mendapat panggung luas di media sosial, menciptakan distorsi dalam persepsi publik.

Pieter mengingatkan bahwa narasi semacam itu berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan dan menciptakan ketidakstabilan politik yang berdampak buruk pada iklim investasi. Ia juga menyoroti demonstrasi dan aksi publik terkait isu ini yang menurutnya tidak membawa data baru, tetapi cenderung bernada agitasi dan provokasi.

Karena itu, Pieter mendorong aparat penegak hukum untuk bersikap tegas. Ia menilai kebebasan berpendapat dalam demokrasi tidak boleh digunakan untuk menyebar fitnah. Ia pun mengajak para elite politik dari berbagai spektrum untuk melakukan introspeksi dan mengarahkan energi politik pada isu-isu nyata yang menyentuh hidup rakyat banyak, bukan pada narasi-narasi yang hanya menguntungkan kelompok kecil dengan agenda sempit.

Scroll to Top