Xi Jinping Gencar Diplomasi ke Asia Tenggara di Tengah Ketegangan Perdagangan dengan AS

Presiden China, Xi Jinping, dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja pada pertengahan April 2025. Lawatan ini menjadi perjalanan luar negeri perdananya di tahun tersebut, di saat tensi perdagangan antara China dan Amerika Serikat (AS) semakin memanas akibat kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya.

Kunjungan yang berlangsung selama lima hari ini, dari tanggal 14 hingga 18 April 2025, dipandang sebagai langkah strategis Beijing untuk memperkokoh relasi dengan negara-negara tetangganya di kawasan Asia Tenggara. Langkah ini diambil di tengah tekanan yang meningkat akibat tarif tinggi yang diberlakukan oleh AS.

Vietnam: Destinasi Pertama

Vietnam menjadi negara pertama yang dikunjungi Xi Jinping pada 14-15 April 2025 atas undangan Presiden Luong Cuong. Kunjungan ini merupakan yang pertama sejak akhir 2023. Vietnam selama ini dikenal dengan "diplomasi bambu," yang berarti fleksibel dan bijaksana dalam menjaga hubungan baik dengan dua kekuatan besar, yakni China dan AS. Meskipun memiliki kekhawatiran terkait sikap agresif China di Laut China Selatan, Vietnam juga memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan Beijing, yang merupakan salah satu investor terbesar di negara tersebut.

Mempererat Hubungan dengan Malaysia dan Kamboja

Setelah Vietnam, Xi Jinping akan melanjutkan kunjungannya ke Malaysia pada 15-17 April 2025. Pemerintah Malaysia menyambut baik lawatan ini sebagai kesempatan untuk mempererat hubungan dagang. Selanjutnya, pada 17 April 2025, Xi dijadwalkan tiba di Kamboja, yang selama ini dikenal sebagai salah satu sekutu terdekat China di Asia Tenggara. Di bawah kepemimpinan sebelumnya, China telah berinvestasi besar-besaran di sektor infrastruktur Kamboja. Pemerintah Kamboja menyebut kunjungan Xi sebagai momen penting untuk mempererat persahabatan historis antara kedua negara.

Manuver Diplomasi di Tengah Perang Tarif

Kunjungan Xi ini berlangsung di saat beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, turut terkena dampak dari tarif balasan yang diberlakukan oleh AS. Beberapa negara bahkan mulai mendekati Washington untuk meminta keringanan tarif. Namun, China justru memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat solidaritas regional.

Dalam beberapa waktu terakhir, para pejabat tinggi China aktif melakukan pertemuan dan pembicaraan dengan perwakilan dari berbagai negara, termasuk Uni Eropa, Malaysia, Arab Saudi, dan Afrika Selatan, untuk menekankan pentingnya sistem perdagangan global yang adil dan setara.

Scroll to Top