Bruce Willis dan Perjuangan Melawan Afasia dan Demensia Frontotemporal

Aktor legendaris Bruce Willis (70) telah mengundurkan diri dari dunia perfilman setelah didiagnosis dengan afasia dan demensia frontotemporal. Kabar ini tentu mengejutkan dan membuat banyak penggemarnya bersedih.

Awalnya, pada tahun 2022, gejala yang dialami Bruce berupa kesulitan berkomunikasi. Istrinya, Emma Heming Willis, mengira hal itu berkaitan dengan masalah gagap yang pernah dialami Bruce saat kecil. Gangguan pendengaran yang dialami Bruce pun sempat disalahartikan sebagai efek samping dari syuting film laga.

"Ketika kemampuan berbahasanya mulai berubah, saya pikir itu hanya bagian dari gagapnya. Saya tidak pernah menyangka itu adalah bentuk demensia pada usia yang relatif muda," ungkap Emma.

Bruce kemudian didiagnosis dengan afasia, sebuah kondisi yang memengaruhi kemampuan berbicara. Setahun kemudian, keluarga mengumumkan bahwa Bruce juga menderita demensia frontotemporal, sebuah kondisi yang lebih memengaruhi komunikasi dan perilaku dibandingkan ingatan.

Putrinya, Rumer Willis, mengungkapkan kesedihannya karena tidak bisa berkomunikasi dengan ayahnya sebaik dulu. "Aku berharap bisa bertanya lebih banyak saat kamu masih bisa menjawab. Tapi aku tahu kamu tidak ingin aku bersedih, jadi aku akan mencoba bersyukur karena kamu masih ada untuk kupeluk, kucium, dan kuceritakan kisah," tulis Rumer.

Meskipun afasia dan demensia frontotemporal adalah dua masalah kesehatan yang berbeda, keduanya bisa saling berkaitan.

Afasia: Gangguan Berkomunikasi

Afasia adalah gangguan yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, termasuk berbicara, menulis, dan memahami bahasa lisan maupun tulisan.

Gejala Afasia:

  • Berbicara dalam kalimat pendek atau tidak lengkap.
  • Mengucapkan kalimat yang tidak masuk akal.
  • Menukar kata atau suara.
  • Mengucapkan kata-kata yang tidak dapat dikenali.
  • Kesulitan menemukan kata yang tepat.
  • Tidak memahami percakapan orang lain.
  • Tidak memahami apa yang dibaca.
  • Menulis kalimat yang tidak logis.

Penyebab Afasia:

Penyebab paling umum adalah kerusakan otak akibat stroke, cedera kepala berat, tumor, infeksi, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini menyebabkan kematian atau kerusakan sel otak di area yang mengatur bahasa.

Demensia Frontotemporal: Memengaruhi Perilaku dan Bahasa

Demensia frontotemporal adalah sekelompok penyakit otak yang memengaruhi lobus frontal dan temporal otak, yang bertanggung jawab atas kepribadian, perilaku, dan bahasa. Lobus otak orang dengan kondisi ini biasanya mengalami penyusutan.

Gejala Demensia Frontotemporal:

  • Perubahan Perilaku: Bersikap tidak pantas, kehilangan empati, kurangnya penilaian yang baik, kehilangan kontrol diri, apatis, perilaku kompulsif, penurunan kebersihan pribadi, perubahan pola makan (makan berlebihan atau menyukai makanan manis).
  • Perubahan Komunikasi: Sulit menggunakan dan memahami bahasa tertulis dan lisan, sulit menyebut nama benda, tidak mengerti makna kata-kata, ucapan terputus-putus, kesalahan penyusunan kalimat.
  • Masalah Motorik (jarang): Tremor, kekakuan otot, kejang atau kedutan otot, koordinasi tubuh yang buruk, kesulitan menelan, kelemahan otot, tertawa atau menangis yang tidak sesuai konteks, sering terjatuh atau kesulitan berjalan.

Penyebab Demensia Frontotemporal:

Penyebab pasti demensia frontotemporal biasanya tidak diketahui, tetapi kondisi ini melibatkan penyusutan lobus frontal dan temporal otak, serta penumpukan zat-zat tertentu di otak. Beberapa perubahan genetik juga telah dikaitkan dengan kondisi ini.

Afasia seringkali menjadi salah satu gejala dari demensia frontotemporal. Kerusakan otak secara bertahap memengaruhi kemampuan berbahasa, baik dalam memahami maupun menggunakan kata.

Keluarga dan para penggemar terus memberikan dukungan kepada Bruce Willis dalam perjuangannya melawan kondisi ini.

Scroll to Top