Antrean Panjang Warga Jakarta Demi Gaji UMK: Asa di Balik Seragam Oranye PPSU

Mentari pagi belum sepenuhnya bersinar, ratusan warga Jakarta telah memadati halaman Balai Kota. Di tangan mereka, map cokelat berisi harapan untuk meraih pekerjaan dengan upah sesuai UMK Jakarta, Rp 5.300.000.

Lulusan SMA, mantan buruh pabrik, hingga ibu rumah tangga, semua berjuang sejak dini hari. Bukan karpet merah yang menyambut, melainkan trotoar dan antrean panjang yang mengular. Pedagang minuman ringan pun hadir, menawarkan pelepas dahaga bagi para pencari kerja yang sabar menunggu. Semangat mereka tak padam, meskipun prosedur tak selalu jelas dan portal pendaftaran daring belum berfungsi.

Di dalam map lamaran, tersimpan daftar riwayat hidup yang ditulis tangan, salinan ijazah, surat keterangan sehat, serta hasil tes bebas narkoba. Bukan posisi mentereng di perusahaan multinasional yang diincar, melainkan harapan menjadi bagian dari Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), garda terdepan berseragam oranye yang menjaga kebersihan jalanan Jakarta.

Muhammad Ihda Rohmanu, lulusan SMA tahun 2020, telah tiga bulan menganggur setelah bekerja di restoran dan gudang Shopee. Kini, ia mencoba peruntungan melamar sebagai anggota tim PPSU DKI Jakarta. "Syaratnya surat bebas narkoba, surat sehat, dan lamaran biasa. Saya sudah antre sejak jam tujuh pagi, sangat ramai," ungkapnya.

Kisah serupa datang dari Mario Mulyono, mantan pekerja pabrik yang kini mengandalkan pendapatan dari ojek daring. Ia berharap PPSU bisa menjadi jalan keluar. Namun, ketidakjelasan alur pendaftaran membuatnya kesulitan. "Disuruh ambil nomor antrean, tidak dapat. Disuruh pindai barcode, malah muncul berita. Saya sudah di sini sejak jam sembilan pagi," keluhnya.

Bagi sebagian besar pelamar, PPSU bukan pilihan utama, melainkan harapan terakhir. Siti Zulfa, yang sebelumnya bekerja sebagai penjaga toko di Mal Kota Kasablanka, kontraknya diputus di awal tahun. Sejak itu, ia mencoba bertahan dengan usaha kecil-kecilan. "Sudah lima kali melamar kerja, belum ada panggilan. Di sini katanya tidak ada batasan usia, makanya saya coba," tuturnya. Ia telah datang sejak pukul 05.30 pagi dan mendapati ratusan pendaftar lain telah mengantre.

Karina, berharap lowongan ini menjadi jalan kembali setelah cuti melahirkan. "Usia tidak dibatasi, warga DKI diprioritaskan. Saya sudah tiga hari ke sini, kemarin sudah dapat tanda terima," katanya sambil menunjukkan dokumen-dokumennya.

Sani, ibu rumah tangga yang mengetahui informasi lowongan dari pesan berantai WhatsApp, menaruh harapan besar. "Awalnya saya kira berita bohong, ternyata benar. Katanya tahun ini tidak ada ‘orang dalam’, semua bisa masuk asal persyaratan lengkap. Ya, saya percaya saja janji gubernur," harapnya.

Balai Kota Kewalahan, Pemprov Siapkan Sistem Daring

Tingginya minat warga membuat Balai Kota DKI Jakarta kewalahan. Pemerintah Provinsi mengakui antusiasme ini dan berterima kasih kepada para pelamar. Namun, mereka menekankan bahwa rekrutmen Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP), termasuk posisi PPSU dan Pemadam Kebakaran (Damkar), seharusnya dilakukan oleh wilayah atau suku dinas terkait.

"Kami sedang membangun sistem daring agar warga tidak perlu datang jauh-jauh ke Balai Kota," ujar Staf Khusus Gubernur DKI Bidang Komunikasi Publik.

Menurutnya, semua lamaran yang sudah masuk akan diteruskan ke instansi terkait. Prosesnya pun, kata ia, akan berjalan tanpa "titipan" dan intervensi.

Pemprov juga mengimbau warga mengakses kanal resmi lowongan kerja di situs www.jakarta.go.id/loker, yang tengah disiapkan agar masyarakat bisa melamar dengan lebih mudah dan transparan.

Di tengah hiruk pikuk birokrasi dan antrean panjang, harapan tak pernah padam dari wajah-wajah yang datang. Seperti Masanas, yang mengantre sejak pukul enam pagi. Ia pernah bekerja di pabrik, tapi sejak pandemi dipecat dan belum pernah lagi mendapat pekerjaan tetap.

"Harapannya satu, diterima. Kedua, untuk membantu keluarga. Kami mohon, tolong dibuka seluas-luasnya lapangan kerja untuk warga," ujarnya lirih.

Di balik ribuan surat lamaran yang menumpuk, tersimpan cerita tentang perjuangan, kegigihan, dan keinginan sederhana untuk bertahan hidup. Jakarta mungkin tak menjanjikan segalanya, tapi bagi mereka, satu pekerjaan tetap adalah setitik cahaya di tengah ketidakpastian ekonomi.

Scroll to Top