Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II/2025 Tuai Polemik, Data BPS Dipertanyakan

Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2025 sebesar 5,12 persen yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) memicu perdebatan. Sejumlah pihak mempertanyakan validitas data tersebut, mengklaim adanya ketidaksesuaian dengan indikator ekonomi lainnya.

Salah satu yang menyoroti adalah perbedaan signifikan antara data BPS dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur. BPS mencatat pertumbuhan industri pengolahan sebesar 5,68 persen, sementara PMI Manufaktur justru di bawah ambang batas ekspansi selama kuartal II. Kondisi ini menimbulkan keraguan karena seharusnya pertumbuhan industri sejalan dengan penyerapan tenaga kerja, namun justru terjadi PHK massal di sektor padat karya.

Selain sektor industri, data konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,97 persen juga menjadi sorotan. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 54,2 persen, sehingga angka pertumbuhan tersebut dinilai kurang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12 persen.

Menanggapi keraguan tersebut, BPS menekankan bahwa perhitungan data dilakukan berdasarkan standar internasional. Pemerintah pun tetap mempercayai data BPS, dengan meyakini metodologi perhitungan yang digunakan. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia seharusnya bisa lebih tinggi lagi.

Di sisi lain, pemerintah mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi didorong oleh stimulus pemerintah, termasuk konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan investasi. Pemerintah juga menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tertinggi di ASEAN, dan menjadi bukti bahwa ekonomi nasional terus membaik. Sejumlah perusahaan publik di sektor ritel juga melaporkan kinerja yang lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga momentum pertumbuhan dengan berbagai program, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan penguatan kerja sama perdagangan internasional.

Scroll to Top