Ombudsman menyoroti tumpukan beras impor yang tersimpan di gudang Bulog sejak tahun lalu. Beras yang seharusnya sudah didistribusikan ini, menurut anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, kini sudah berusia lebih dari setahun dan berpotensi menimbulkan masalah kualitas.
"Beras impor yang ada di Bulog itu ada yang sudah satu tahun lebih, sejak Februari 2024. Kondisi ini tentu berpengaruh pada kualitasnya, bisa jadi apek," ungkap Yeka. Ia menambahkan bahwa peraturan mutu beras melarang penggunaan beras apek sebagai bahan baku perdagangan.
Meskipun demikian, Yeka meyakinkan bahwa beras apek masih layak konsumsi jika melalui proses perbaikan. "Beras apek masih bisa diolah lagi, diproses lagi. Masalahnya, peraturan melarang memproses beras yang sudah apek, sehingga pasokan beras jadi berkurang," jelasnya.
Ombudsman mendesak Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk lebih fleksibel dalam menerapkan peraturan terkait mutu beras. Tujuannya agar Bulog dapat segera melepas stok beras lama ke pasar untuk menstabilkan harga.
Selain masalah beras Bulog, Yeka juga mengungkapkan fakta lain yang mengkhawatirkan, yaitu banyaknya penggilingan padi yang tutup. Sidak yang dilakukan di Karawang, Jawa Barat, menunjukkan bahwa dari 23 penggilingan padi, 10 di antaranya sudah gulung tikar. Stok beras di penggilingan yang masih beroperasi pun menipis.
"Stok mereka hanya berkisar 5% sampai 10% dari biasanya. Misalnya, yang biasanya punya 100 ton, sekarang hanya punya 5 ton," papar Yeka. Kondisi ini dipicu oleh penurunan produksi padi dan ketakutan penggilingan akibat pemeriksaan terkait mutu dan kasus oplosan beras.
Yeka juga menyoroti kelangkaan beras yang mulai terasa di ritel modern. Rak-rak beras di pasar modern kini banyak yang kosong, bahkan beralih fungsi menjadi rak produk lain.