Pemerintah Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, secara resmi menaikkan tarif impor terhadap India hingga 50%. Kebijakan ini menjadikan India sebagai negara dengan beban tarif tertinggi dari Amerika Serikat saat ini. Langkah ini dipandang sebagai pukulan telak bagi hubungan bilateral yang selama ini diklaim sebagai kemitraan strategis.
Kenaikan tarif ini, yang menimpa sejumlah produk India, terutama terkait pembelian minyak dari Rusia, terjadi setelah penambahan tarif 25% sebelumnya. Para analis menilai bahwa keputusan ini mencerminkan kecenderungan Trump untuk mengutamakan produksi dalam negeri dibandingkan kemitraan dengan negara sahabat.
Situasi ini diprediksi sebagai momen terburuk dalam beberapa dekade terakhir bagi hubungan India-AS. Kegagalan perundingan perdagangan semakin memperburuk posisi India di mata Washington. Bahkan, Presiden Trump secara terbuka mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada India atas keputusannya untuk tetap membeli minyak dan senjata dari Rusia.
Trump menyebut India sebagai salah satu "ekonomi yang mati" akibat stagnasi negosiasi dagang. Tahun lalu, nilai perdagangan bilateral antara AS dan India mencapai sekitar USD212 miliar, dengan surplus sekitar 46 miliar dolar AS yang menguntungkan India. Sebelumnya, Perdana Menteri Narendra Modi menargetkan peningkatan nilai perdagangan hingga USD500 miliar dalam lima tahun ke depan.
India telah menawarkan sejumlah konsesi dalam perundingan, termasuk penghapusan bea masuk atas barang industri AS dan peningkatan pembelian sektor energi dan pertahanan. Namun, India menolak membuka pasar untuk produk pertanian dan susu dari AS, sektor yang sangat sensitif secara politik dan menyangkut hajat hidup jutaan warga miskin.
Perbedaan persepsi antara kedua negara, termasuk terkait peran Trump dalam meredakan konflik antara India dan Pakistan pada Mei lalu, turut memperkeruh suasana. Trump mengklaim berperan dalam gencatan senjata, sementara India membantah keterlibatan tersebut dan menegaskan tidak ada komunikasi antara Trump dan Modi saat konflik berlangsung.
Pakistan, di sisi lain, mengapresiasi peran Trump dan berencana mengusulkannya sebagai penerima Nobel Perdamaian, serta menandatangani kesepakatan kerja sama eksplorasi mineral dan energi dengan AS.
Kebijakan tarif baru ini akan menjadi ujian bagi arah kebijakan luar negeri India. India dihadapkan pada dilema untuk tetap menjalin hubungan baik dengan AS tanpa mengorbankan kemitraan strategisnya dengan Rusia yang telah lama terjalin.
Pemerintah India mengecam kebijakan tarif tersebut sebagai "tidak adil, tidak beralasan, dan tidak masuk akal". India menegaskan bahwa kebijakan pembelian minyak dari Rusia didasarkan pada kebutuhan mendesak untuk memenuhi konsumsi energi dalam negeri.
Meski demikian, India tetap berupaya menjaga wibawa di kancah global dan menjadikan keamanan nasional sebagai pijakan utama dalam kebijakan luar negerinya. Diprediksi akan ada upaya diplomasi untuk memperbaiki hubungan kedua negara dalam waktu dekat. Kedua belah pihak akan berusaha mengatasi keretakan ini melalui diplomasi yang cermat.