Siapa sangka, gurun Sahara yang kita kenal saat ini dulunya adalah surga tropis yang mematikan. Sekitar 100 juta tahun lalu, pada masa Kapur Awal, Sahara bukan hamparan pasir tandus, melainkan lanskap subur yang dipenuhi hutan, rawa, dan sungai-sungai besar. Namun, keindahan ini menyembunyikan bahaya yang tak terbayangkan: dominasi predator raksasa di darat, air, dan udara.
Formasi Kem Kem, sebuah lapisan batuan purba yang membentang di perbatasan Maroko dan Aljazair, menyimpan bukti kejayaan sekaligus kengerian Sahara purba. Penelitian menunjukkan bahwa wilayah ini menjadi rumah bagi konsentrasi predator besar yang belum pernah ditemukan di ekosistem modern. Sungai-sungai yang meluap membawa nutrisi melimpah, memicu ledakan populasi ikan dan reptil air. Sayangnya, kelimpahan sumber daya ini justru menarik banyak predator puncak, menciptakan persaingan ekstrem di seluruh habitat.
Berbeda dengan ekosistem modern yang seimbang antara karnivora dan herbivora, fosil di Kem Kem menunjukkan dominasi karnivora yang signifikan. Persaingan antar pemburu raksasa begitu sengit hingga kanibalisme pun mungkin terjadi. Ekosistem ini digambarkan sebagai tempat di mana "penjelajah waktu manusia tidak akan bertahan hidup lebih dari beberapa menit," karena ancaman datang dari segala arah.
Di darat, tiga dinosaurus predator raksasa hidup berdampingan:
Carcharodontosaurus saharicus, "kadal bergigi hiu" dengan rahang besar dan gigi setajam gergaji, mampu mengoyak daging mangsa besar dalam sekali gigitan. Panjangnya mencapai 8 meter lebih, sebanding dengan Tyrannosaurus rex.
Deltadromeus agilis, pemburu ramping dengan kaki panjang dan tubuh ringan, dirancang untuk kecepatan tinggi. Ia mengejar mangsa berukuran sedang di dataran terbuka dan mungkin mencuri sisa mangsa dari predator lain.
Spinosaurus aegyptiacus, predator terbesar dari semuanya, mencapai 15 meter dengan rahang panjang seperti buaya, penuh gigi kerucut untuk menangkap ikan besar. Layar punggungnya yang menjulang mungkin berfungsi untuk komunikasi visual atau termoregulasi.
Ancaman tidak berhenti di darat. Di langit, pterosaurus raksasa dengan bentang sayap 7–10 meter melayang di atas padang banjir dan sungai, menyambar ikan atau reptil kecil dengan paruh bergigi.
Sementara itu, perairan Sahara purba penuh dengan predator yang tak kalah mematikan. Buaya purba sepanjang 7 meter mengintai di tepi sungai, siap menerkam mangsa yang lengah. Bersama mereka berenang Coelacanth purba raksasa sepanjang lebih dari 4 meter dan Onchopristis, ikan mirip hiu gergaji air tawar dengan moncong panjang penuh duri tajam yang digunakan untuk merobek dan melukai mangsa.
Ekosistem ini adalah "dunia di mana Anda bisa diterkam dari dalam air, disambar dari udara, atau disergap dari darat—semuanya dalam hitungan detik." Sahara purba adalah panggung perburuan tiga dimensi yang sepenuhnya dikuasai predator, sebuah lanskap di mana setiap langkah membawa risiko kematian.
Lapisan batu merah Formasi Kem Kem menyimpan potret kehidupan dari masa Kapur Awal. Sisa-sisa makhluk purba terkubur di sedimen selama puluhan juta tahun, memberikan kita gambaran jelas tentang dunia yang hilang. Dengan teknologi modern, para ilmuwan dapat merekonstruksi ekosistem ini, menghidupkan kembali Sahara purba dalam imajinasi kita.
Hasilnya jelas: sekitar 100 juta tahun lalu, Sahara bukanlah gurun mati seperti hari ini, melainkan panggung besar perburuan raksasa yang menguasai setiap dimensi—darat, air, dan langit. Dari Carcharodontosaurus yang berkeliaran di padang banjir, Spinosaurus yang menyelam di sungai, hingga pterosaurus yang mengawasi dari udara, Formasi Kem Kem menyimpan kisah sebuah dunia di mana kehidupan dan kematian saling berpacu dalam skala yang luar biasa.