Ancaman sanksi sekunder dari Amerika Serikat terhadap negara-negara yang masih membeli minyak Rusia ditentang keras oleh India dan Cina. Kedua negara raksasa Asia ini bertekad untuk melindungi kepentingan energi dan kedaulatan ekonomi mereka.
Cina, sebagai importir minyak terbesar dari Rusia pada tahun 2022, secara tegas menolak tekanan dan pemaksaan dari AS. Sementara itu, India menyoroti inkonsistensi sikap negara-negara Barat, khususnya Uni Eropa, yang masih mengimpor energi dari Rusia meskipun telah mengurangi ketergantungan mereka sejak konflik Ukraina dimulai. India bahkan mengungkapkan bahwa Washington sebelumnya mendorong mereka untuk membeli minyak dari Rusia demi menstabilkan harga global yang melonjak.
Dalam empat tahun terakhir, pembelian minyak India dari Rusia melonjak hampir 19 kali lipat, mencapai 1,9 juta barel per hari. Sementara itu, pembelian Cina meningkat 50% menjadi 2,4 juta barel per hari.
Kebijakan India yang menyeimbangkan hubungan dengan AS, Rusia, dan Cina menjadi dasar keputusan mereka untuk membeli minyak mentah Rusia dengan harga diskon. Keamanan dan keterjangkauan energi menjadi prioritas utama bagi New Delhi.
Ancaman sanksi dari AS telah mengguncang pasar global. Kenaikan tarif impor minyak dapat meningkatkan tagihan impor minyak India hingga miliaran dolar. India menilai kebijakan ini tidak adil dan tidak masuk akal.
Penerapan sanksi sekunder dipercaya akan memberikan pukulan telak bagi ekonomi Rusia yang sedang melambat. Peningkatan belanja militer dan inflasi yang tinggi menekan anggaran dan industri senjata nasional Rusia.
Bagi pasar global, sanksi baru dapat memicu gejolak harga energi dan arus perdagangan. Jika pasokan minyak Rusia berkurang secara signifikan, harga akan kembali melonjak karena negara-negara terdampak harus bersaing untuk mendapatkan pasokan alternatif.
Kenaikan harga minyak akan memicu inflasi di AS dan secara global. Bank sentral memperkirakan bahwa setiap kenaikan harga minyak mentah akan menambah inflasi.
Analis berpendapat bahwa Cina mungkin akan dikecualikan dari kebijakan baru AS mengingat skala ekonomi dan daya tawar mereka yang lebih besar. Sementara itu, India dianggap lebih mungkin mengambil sikap hati-hati dengan mengurangi pembelian minyak dari Rusia jika tekanan meningkat.
Saat ini, India tidak lagi menikmati keuntungan besar seperti pada tahun 2022 karena diskon minyak Rusia telah menyusut. Rusia kini lebih agresif dalam memaksimalkan pendapatan energi mereka.
Meski demikian, kilang-kilang India terus melakukan pembelian dari Rusia. Impor minyak mentah dari Rusia mencapai level tertinggi dalam 11 bulan terakhir, didorong oleh pertimbangan geopolitik dan harga.
Respons Cina diperkirakan akan mengikuti pola sebelumnya, yaitu keengganan bank-bank Cina untuk menangani transaksi Rusia secara langsung. Bagi Beijing, impor minyak adalah prioritas yang terlindungi dari tekanan politik.