Presiden AS, Donald Trump, secara diam-diam menginstruksikan Pentagon untuk mulai menggunakan kekuatan militer terhadap kartel narkoba di Amerika Latin. Kartel-kartel ini sebelumnya telah dicap sebagai ‘organisasi teroris’. Instruksi ini memberikan dasar hukum bagi militer AS untuk beroperasi melawan kartel di lautan dan wilayah asing.
Pentagon dikabarkan tengah menyusun opsi-opsi yang memungkinkan militer untuk menargetkan organisasi-organisasi tersebut. Namun, masih belum jelas tanggapan resmi dari Gedung Putih, Pentagon, dan Departemen Luar Negeri terkait arahan ini.
Status anggota kartel sebagai warga sipil menimbulkan masalah hukum terkait potensi penghapusan mereka oleh militer.
Pada Februari lalu, pemerintahan Trump menetapkan beberapa kartel narkoba dan kelompok kejahatan terorganisir asing sebagai Organisasi Teroris Asing (FTO) dan Teroris Global yang Ditunjuk Khusus (SDGT). Daftar ini mencakup kartel besar seperti Kartel Sinaloa dan Kartel Generasi Baru Jalisco, serta geng transnasional seperti Mara Salvatrucha (MS-13) dan Tren de Aragua.
Bulan lalu, Kartel de los Soles yang berbasis di Venezuela juga ditambahkan ke dalam daftar. Pemerintah AS mengklaim bahwa organisasi kriminal ini dipimpin langsung oleh Presiden Nicolas Maduro dan melibatkan pejabat tinggi pemerintah serta militer Venezuela lainnya.
Maduro sendiri telah didakwa atas kasus narkoba federal oleh pengadilan AS pada tahun 2020, tuduhan yang telah berulang kali dibantah olehnya. Maduro menyatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan bagian dari upaya Washington untuk menggulingkan pemerintahannya.
Departemen Kehakiman dan Luar Negeri AS baru-baru ini menggandakan hadiah menjadi USD50 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Maduro, dengan tuduhan bekerja sama dengan Tren de Aragua dan Kartel Sinaloa.
Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum membantah tuduhan tersebut, menyatakan bahwa negaranya tidak melihat bukti adanya hubungan antara Presiden Venezuela dan kartel-kartel tersebut.
