Jakarta – Presiden China Xi Jinping tengah berupaya memperkuat dukungan dari negara-negara Asia Tenggara dan Uni Eropa setelah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor yang signifikan.
Pada hari Jumat (11/4), Xi Jinping bertemu dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez di Beijing. Pertemuan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif terbaru Trump. Sebelumnya, pada tanggal 5 April, Trump secara resmi menerapkan tarif impor sebesar 10 persen untuk semua barang dari berbagai negara, serta tarif resiprokal khusus untuk negara-negara yang memberlakukan pajak pada produk AS.
Hubungan perdagangan antara Spanyol dan China terbilang cukup erat, dengan Spanyol mengimpor barang senilai sekitar 45 miliar euro per tahun dari China. Sebaliknya, Spanyol mengekspor barang senilai 7,4 miliar euro ke China. Sanchez sendiri dikenal memiliki hubungan baik dengan China, bahkan sempat berselisih dengan negara-negara Uni Eropa lainnya pada September 2024 karena mendukung China terkait rencana penerapan tarif tinggi pada mobil listrik Beijing.
Selain Spanyol, Xi Jinping juga dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin tiga negara ASEAN, yaitu Vietnam, Malaysia, dan Kamboja, dalam kunjungan yang akan berlangsung pada 14-18 April 2025. Ketiga negara ini juga terkena dampak tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Trump. Kamboja dikenakan tarif sebesar 69 persen, sementara Vietnam dan Malaysia masing-masing sebesar 46 persen dan 24 persen.
Meskipun demikian, implementasi tarif resiprokal ini ditunda oleh Trump pada hari Rabu (9/4). Selama 90 hari, Trump hanya akan mengenakan tarif dasar 10 persen kepada semua negara yang terkena tarif resiprokal, kecuali China.
Pengecualian China dari penundaan ini disebabkan oleh tindakan balasan Beijing terhadap tarif tambahan yang diberlakukan oleh AS. Akibatnya, China saat ini menghadapi tarif super tinggi sebesar 145 persen.
Menanggapi situasi ini, Xi Jinping memilih untuk tidak bernegosiasi dengan Trump. Sebaliknya, ia berupaya memperkuat hubungan China dengan negara-negara lain yang juga menghadapi ancaman tarif dari Amerika Serikat.
Vietnam telah lama menerapkan strategi "diplomasi bambu" dalam hubungannya dengan China. Sementara itu, China telah menginvestasikan miliaran dolar dalam bentuk infrastruktur di Kamboja selama masa pemerintahan Presiden Hun Sen. Hubungan antara China dan Malaysia juga sangat baik, dengan China menjadi mitra dagang terbesar Malaysia selama 15 tahun berturut-turut.