Terungkap! Gaya Hidup Mewah Pengacara Kasus CPO yang Kini Jadi Tersangka

Kejaksaan Agung terus menyita aset mewah milik Ariyanto Bakri, seorang pengacara yang terseret dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas tiga korporasi terdakwa korupsi izin ekspor CPO. Barang-barang yang disita meliputi 12 sepeda mewah dan 130 helm bermerek, seperti Shoei, AGV, Nolan, Arai, dan Bell, yang harganya mencapai jutaan rupiah.

"Helm juga punya nilai ekonomis signifikan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung.

Sebelumnya, tim penyidik juga telah menyita tiga mobil mewah dan dua kapal pesiar milik Ariyanto. Kapal pesiar tersebut ditemukan di kawasan Jakarta Utara.

Siapa Sebenarnya Ariyanto Bakri?

Ariyanto Bakri adalah pendiri firma hukum Ariyanto Arnaldo Law Firm (AALF) yang berlokasi di kawasan bisnis Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Firma hukum ini dikenal sering menangani kasus-kasus perusahaan besar.

Selain sebagai pengacara, Ariyanto juga aktif di media sosial. Akun TikTok-nya diikuti oleh lebih dari 145 ribu akun. Ia sering memamerkan gaya hidup mewahnya, termasuk saat berada di kapal pesiar, dengan menggunakan tagline "Jakarta Keren".

"Jakarta keren, gadun FM. Apabila mampu," ujarnya dalam setiap unggahan video.

Namun, unggahannya kini menuai cibiran setelah ia ditetapkan sebagai tersangka. Banyak warganet yang mengaitkan gaya hidup mewahnya dengan kasus yang menjeratnya.

Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait putusan lepas dalam kasus korupsi izin ekspor minyak kelapa sawit periode 2021-2022.

Selain Ariyanto, tersangka lainnya adalah Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso dan Ariyanto, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan, tiga hakim Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom, serta Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei.

Uang suap senilai Rp60 miliar diduga berasal dari tim legal PT Wilmar Group.

Ariyanto diduga berperan sebagai perantara suap antara pihak swasta dan aparat penegak hukum dalam kasus CPO ini. Ia diduga memberikan uang kepada Wahyu Gunawan, panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang kemudian menjadi perantara suap kepada Muhammad Arif Nuryanta, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan putusan lepas bagi tiga perusahaan besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

Scroll to Top