Kasus HIV di Mataram: Bukan Karena Warga Lokal, Tapi Pusat Rujukan!

Kota Mataram menjadi sorotan terkait tingginya angka kasus HIV/AIDS. Namun, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Mataram meluruskan bahwa lonjakan kasus ini bukan semata-mata karena peningkatan infeksi di kalangan warga setempat. Data menunjukkan, sebagian besar kasus justru berasal dari luar Kota Mataram, bahkan luar Nusa Tenggara Barat (NTB).

Terhitung sejak tahun 2001 hingga 2025, Dinkes Mataram mencatat adanya 929 kasus HIV. Rinciannya meliputi 493 kasus HIV positif, 436 kasus AIDS, dan sayangnya, 139 orang meninggal dunia akibat penyakit ini.

Kepala Dinkes Mataram, Emirald Isfihan, menjelaskan bahwa dari 116 kasus yang terdeteksi tahun ini, hanya 42 orang yang merupakan warga Mataram. Sisanya adalah warga dari daerah lain yang datang ke Mataram untuk melakukan skrining.

"Kota Mataram ini adalah pusat rujukan. Kami memiliki 16 rumah sakit, dan semuanya terlibat aktif dalam upaya skrining HIV/AIDS," ujar Emirald.

Tingginya angka temuan kasus HIV/AIDS di Mataram justru dilihat sebagai indikasi positif. Hal ini menunjukkan bahwa tim medis di Mataram bekerja keras dan proaktif dalam mendeteksi keberadaan virus tersebut.

Dinkes Mataram menerapkan dua pendekatan utama dalam menemukan kasus HIV/AIDS: aktif dan pasif. Pendekatan pasif adalah ketika seseorang datang untuk memeriksakan diri setelah merasakan gejala. Sementara pendekatan aktif dilakukan dengan menjangkau populasi berisiko, seperti di tempat hiburan dan tempat-tempat yang menjadi lokasi aktivitas pekerja seks komersial (PSK). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap pengguna narkoba suntik, mengingat adanya korelasi antara penggunaan jarum suntik dan penularan HIV.

Selain itu, Dinkes Mataram melakukan skrining ketat di fasilitas kesehatan yang baru mengajukan perizinan, terutama untuk tenaga kesehatan (nakes). Tujuannya adalah mencegah penularan dari pasien ke nakes, atau sebaliknya. Hingga saat ini, belum ada kasus penularan HIV di kalangan nakes di Mataram.

Emirald menekankan pentingnya skrining HIV/AIDS sedini mungkin. Pasalnya, gejala HIV membutuhkan waktu 5 hingga 10 tahun untuk muncul. Jika HIV positif tidak terdeteksi sejak awal, orang tersebut tidak akan mengetahui statusnya dan tidak mendapatkan pengobatan. Padahal, dengan pengobatan antiretroviral (ARV) yang tersedia saat ini, penularan HIV dapat dicegah.

Scroll to Top