Musisi kenamaan Ari Lasso baru-baru ini meluapkan kekecewaannya terhadap kinerja Wahana Musik Indonesia (WAMI), sebuah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Kekecewaan ini dipicu oleh transfer royalti yang ia terima dengan nominal yang dianggap tidak sepadan, yaitu hanya sekitar Rp 765 ribu.
Tidak hanya itu, Ari Lasso juga menyoroti kesalahan pencantuman nama pada bukti transfer tersebut. Ia mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas WAMI dalam mengelola hak cipta lagu. Menurutnya, sistem yang ada saat ini jauh dari harapan.
Sebagai bentuk protes, pelantun lagu "Rahasia Perempuan" ini mengambil sikap tegas. Ia memberikan izin gratis kepada seluruh musisi, band, acara pernikahan, hingga kafe untuk memutar lagu-lagu hitsnya tanpa perlu membayar royalti. Ari Lasso merasa bahwa membayar royalti menjadi percuma jika pengelolaannya tidak transparan dan efektif.
Ari Lasso juga mendorong agar lembaga negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau Bareskrim Polri melakukan pemeriksaan terhadap WAMI. Tujuannya bukan untuk menghukum, melainkan untuk memperbaiki sistem dan meningkatkan kredibilitas lembaga tersebut.
Kasus ini memicu perdebatan mengenai transparansi pengelolaan keuangan hak cipta lagu oleh LMK dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) turut angkat bicara dan mengusulkan sistem pembayaran royalti musik terbaru yang disebut Digital Direct License (DDL). Sistem ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan transparansi yang lebih baik bagi para pencipta lagu.