Trump Frustrasi, Zelensky Dianggap Sabotase Upaya Damai dengan Rusia

Gedung Putih menunjukkan rasa frustrasi mantan Presiden AS, Donald Trump, terhadap Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky. Kekecewaan ini muncul karena Zelensky dianggap terlalu terbuka dalam membahas detail sensitif perundingan damai yang bertujuan mengakhiri konflik Rusia-Ukraina.

Zelensky secara publik menolak proposal AS terkait konsesi wilayah kepada Rusia, termasuk pengakuan Crimea sebagai bagian dari Rusia, sebagai bagian dari kesepakatan damai. Tindakan ini membuat sejumlah pejabat AS berang.

Menurut juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, Trump merasa Zelensky mencoba "mengadili" negosiasi damai di media, yang dianggap tidak dapat diterima. Pemerintahan Trump meyakini bahwa pembicaraan semacam itu seharusnya dilakukan secara tertutup.

Leavitt menekankan bahwa tim keamanan nasional Trump telah mencurahkan banyak waktu dan energi untuk mengakhiri perang ini, dan pembayar pajak Amerika telah mendanai upaya ini dengan miliaran dolar. Ia juga mengindikasikan bahwa kesabaran Trump semakin menipis. Trump menginginkan perdamaian, namun Zelensky dinilai bergerak ke arah yang salah.

Leavitt menegaskan bahwa Trump tidak menuntut Ukraina mengakui kedaulatan Rusia atas Crimea, melainkan menyerukan dialog yang realistis. Trump meminta semua pihak untuk mengakui bahwa perang ini telah berlangsung terlalu lama dan bersedia berkompromi. "Untuk membuat kesepakatan yang baik, kedua belah pihak harus sedikit tidak senang," ujarnya.

Sementara itu, Trump dalam unggahannya menyatakan bahwa Zelensky bisa kehilangan seluruh negaranya jika terus menunda perundingan dengan Rusia.

Zelensky secara terbuka menyatakan bahwa Kyiv tidak akan membahas pengakuan resmi Crimea sebagai wilayah Rusia, sebuah prinsip utama dari proposal perdamaian yang didukung AS. Setelah penolakan ini, anggota utama delegasi AS menarik diri dari perundingan yang direncanakan.

Trump menuduh Zelensky memperpanjang konflik. Ia mengingatkan bahwa penduduk Crimea telah memilih untuk bergabung dengan Federasi Rusia dalam referendum tahun 2014, setelah kudeta bersenjata di Kyiv.

Trump menegaskan kembali bahwa Zelensky memiliki posisi tawar yang lemah dalam negosiasi. "Kita sangat dekat dengan kesepakatan, tetapi orang yang ‘tidak punya kartu untuk dimainkan’ sekarang harus menyelesaikannya," imbuhnya.

Kremlin juga menyatakan bahwa kesepakatan damai dengan Ukraina tidak mungkin diselesaikan dengan cepat karena kompleksitas negosiasi. Moskow mengatakan bahwa pihaknya selalu siap untuk terlibat dalam perundingan damai, asalkan mereka memastikan solusi permanen yang mengatasi akar penyebab konflik. Setiap gencatan senjata sementara akan digunakan oleh pendukung Ukraina dari Barat untuk mempersenjatai kembali militer negara itu.

Scroll to Top