Waspada! Kasus Chikungunya Melonjak di Awal Tahun 2025, Kemenkes Lakukan Intervensi

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan peningkatan tajam kasus suspek chikungunya pada sembilan minggu pertama tahun 2025, dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023 dan 2024. Peningkatan ini mendorong petugas kesehatan untuk segera melakukan intervensi, terutama dalam pengendalian vektor penyebab penyakit.

"Kenaikan kasus ini berkaitan erat dengan musim hujan di Indonesia, sehingga kita perlu bersiap menghadapi potensi penambahan kasus di minggu-minggu mendatang. Meskipun begitu, tren dalam dua bulan terakhir menunjukkan adanya penurunan," jelas perwakilan Kemenkes.

Data dari Kemenkes menunjukkan lima provinsi dengan jumlah kasus suspek chikungunya tertinggi di tahun 2025:

  • Jawa Barat: 6.674 kasus
  • Jawa Tengah: 3.388 kasus
  • Jawa Timur: 2.903 kasus
  • Sumatera Utara: 1.074 kasus
  • Banten: 838 kasus

Chikungunya adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Gejala yang umum meliputi demam, kelelahan, serta nyeri sendi dan tulang yang bisa berlangsung lama. Beberapa kasus bahkan tidak menunjukkan gejala sama sekali. Hingga saat ini, belum ada obat antivirus khusus untuk chikungunya, sehingga penanganan berfokus pada meredakan gejala melalui istirahat, asupan cairan yang cukup, dan obat pereda nyeri.

Sebagai respons terhadap lonjakan kasus ini, Kemenkes meningkatkan kegiatan surveilans vektor, pengendalian faktor risiko lingkungan, dan penilaian risiko awal terhadap potensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB).

Masyarakat diimbau untuk aktif menerapkan prinsip 3M Plus, yaitu menguras dan menutup tempat penampungan air, mendaur ulang barang bekas, serta melakukan langkah-langkah tambahan untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk.

Scroll to Top