Fenomena mengejutkan terjadi di dunia Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Indonesia. Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat, hampir dua ribu CPNS tahun 2024 memilih untuk mengundurkan diri setelah dinyatakan lulus seleksi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Alasan utama di balik keputusan ini ternyata beragam. Gaji yang dianggap tidak sepadan dengan beban kerja, serta penempatan di daerah yang jauh dari keluarga menjadi faktor dominan. Banyak CPNS yang merasa tidak siap menghadapi realitas lapangan yang berbeda dari ekspektasi awal.
Kepala BKN mengungkapkan bahwa skema optimalisasi yang dilakukan pemerintah juga menjadi pemicu. CPNS yang awalnya tidak lolos di pilihan pertama, kemudian diterima di formasi kosong di daerah lain. Kondisi ini membuat mereka merasa tidak sesuai dengan minat dan keahlian, sehingga memilih mundur.
Beberapa kementerian dan lembaga dengan jumlah CPNS mengundurkan diri terbanyak antara lain Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi, Bawaslu, serta Kementerian PUPR.
Ekonom menilai, fenomena ini mencerminkan perubahan persepsi generasi muda terhadap dunia kerja. Stabilitas dan jaminan pensiun yang dulu menjadi daya tarik utama PNS, kini kalah dengan fleksibilitas, peluang berkembang, dan kompensasi yang kompetitif di sektor lain.
Pemerintah perlu berbenah diri. Reformasi sistem manajemen CPNS menjadi krusial. Penempatan tidak boleh hanya bersifat administratif, tetapi harus mempertimbangkan insentif, pengembangan karir, dan kesiapan infrastruktur di daerah. Jika perbaikan sistem sulit dilakukan dalam waktu dekat, kenaikan gaji menjadi solusi alternatif agar penempatan di wilayah terpencil tidak menjadi masalah besar.
Pakar Kebijakan Publik menambahkan, fenomena ini menjadi sinyal bahwa mitos PNS sebagai karier yang menjanjikan stabilitas jangka panjang mulai pudar. Gaji awal CPNS yang berkisar antara Rp2,5 juta hingga Rp4 juta seringkali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, terutama di daerah dengan biaya hidup tinggi dan infrastruktur minim.
Evaluasi proses rekrutmen menjadi langkah penting. Rekrutmen CPNS seharusnya tidak hanya berfokus pada skor tes, tetapi juga mempertimbangkan kesiapan psikologis dan sosial kandidat untuk bekerja di lokasi penempatan. Struktur gaji dan tunjangan ASN, terutama yang bertugas di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), juga perlu ditinjau ulang.
Pemerintah perlu mengelola penempatan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis data. Sistem penempatan bisa melibatkan pemetaan potensi daerah dan profil kompetensi ASN, agar distribusi ASN berkualitas ke daerah yang membutuhkan dapat berjalan efektif. Jika tidak, kesenjangan pelayanan publik antara pusat dan daerah akan semakin melebar.