Musisi senior Ari Lasso melayangkan kritik keras terhadap Wahana Musik Indonesia (WAMI), lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan royalti musik di Indonesia. Mantan vokalis Dewa 19 ini menganggap WAMI tidak transparan dan pengelolaannya buruk.
Melalui unggahan di Instagram pribadinya, Ari Lasso mengungkapkan keheranannya setelah menerima royalti yang jauh dari ekspektasi. Dari laporan yang seharusnya menunjukkan angka puluhan juta rupiah, ia hanya menerima sekitar Rp 700 ribu. Lebih aneh lagi, transfer dana tersebut justru tercatat atas nama "Mutholah Rizal".
Ari Lasso mempertanyakan ke mana seharusnya royalti tersebut dialokasikan, apakah miliknya atau milik orang lain. Ia juga menekankan bahwa lembaga dengan manajemen yang buruk berpotensi merugikan musisi dan negara.
Sebagai bentuk protes, pelantun lagu "Hampa" ini memutuskan untuk membebaskan musisi, penyanyi pernikahan, band kafe, dan penyelenggara acara (event organizer) untuk membawakan lagu-lagu populernya tanpa perlu membayar royalti. Ari Lasso menilai, membayar royalti menjadi percuma jika pengelolaannya tidak beres.
Ari Lasso juga membandingkan WAMI dengan label rekamannya, Aquarius Musikindo, yang dinilai lebih transparan dan kredibel dalam mengelola royalti.
Unggahan Ari Lasso ini mendapat dukungan luas dari warganet dan sesama musisi. Banyak yang mendesak agar sistem pengelolaan royalti di Indonesia segera diperbaiki. Ia pun mengajak rekan-rekan musisi untuk bersatu.
Polemik royalti musik kembali mencuat setelah muncul kasus hukum yang menimpa manajemen Mie Gacoan di Bali. Seorang perwakilan manajemen ditetapkan sebagai tersangka karena memutar lagu berlisensi tanpa izin di tempat usaha. Kasus ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha.
Aturan mengenai royalti musik di ruang usaha diatur dalam UU Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Besaran royalti bervariasi tergantung jenis usaha dan jumlah kursi atau luas ruangan. Untuk restoran dan kafe, tarif umumnya adalah Rp 60.000 per kursi per tahun.
Implementasi aturan ini masih menemui tantangan. Banyak pelaku usaha mengaku belum mendapatkan sosialisasi yang memadai dan bingung mengenai cara membayar royalti, lagu apa saja yang wajib royalti, dan apakah lagu dari YouTube dan Spotify juga termasuk. Pendekatan yang cenderung represif juga dikritik karena menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku usaha.