Setelah lama menjadi sorotan utama dalam perdagangan global, Cina kini menjadi fokus utama Presiden AS Donald Trump untuk meredakan ketegangan dan menghindari perang tarif yang baru.
Awalnya, Trump menyebut Cina sebagai "ancaman terbesar bagi Amerika" dan menuduh Beijing melakukan kecurangan selama puluhan tahun. Akibatnya, tarif tinggi hingga 145% diberlakukan pada produk-produk Cina.
Namun, beberapa bulan kemudian, sikap Trump berubah drastis. Ia memperpanjang penangguhan tarif untuk Cina, memuji Presiden Xi Jinping, dan bahkan mengusulkan pertemuan puncak AS-Cina pada musim gugur 2025.
Sementara itu, negara-negara seperti India dan Brasil justru menghadapi sanksi yang lebih berat, dengan tarif mencapai 50%, sementara tarif untuk Cina dibatasi hanya 30%.
Mengapa Trump memberikan kelonggaran pada Cina? Ada beberapa alasan yang mendasari perubahan sikap ini. Salah satunya adalah menghindari lonjakan tarif menjelang musim belanja akhir tahun, saat para peritel AS mulai mengimpor barang dari Cina. Selain itu, Trump juga ingin membuka ruang untuk negosiasi kesepakatan dagang yang lebih komprehensif, yang mencakup sektor teknologi, energi, dan logam tanah jarang.
Menurut pakar ekonomi, strategi yang diterapkan Beijing membuat Trump kehilangan daya tawar. Cina dinilai lebih siap menghadapi perang dagang besar-besaran dibandingkan AS.
Kekuatan Logam Tanah Jarang Cina
Dominasi Cina dalam produksi mineral tanah jarang menjadi kunci negosiasi Xi Jinping. Logam tanah jarang adalah bahan baku penting untuk berbagai industri, mulai dari kendaraan listrik hingga sistem kendali rudal. Ketergantungan industri AS pada pasokan dari Cina menjadikan mineral ini sebagai faktor penentu dalam perang dagang.
Setelah pengumuman tarif tinggi oleh Trump, Cina memberlakukan pembatasan ekspor terhadap beberapa elemen tanah jarang dan magnet permanen, yang berdampak signifikan pada industri AS, termasuk sektor otomotif. Cina menguasai sebagian besar produksi global dan proses pemurnian logam tanah jarang.
Sebagai respons, AS juga membatasi akses Cina terhadap cip canggih kecerdasan buatan (AI) dan menekan Beijing untuk mengurangi impor minyak dari Rusia, dengan ancaman sanksi tambahan berupa tarif yang lebih tinggi.
Di sisi lain, Trump mendorong Cina untuk meningkatkan pembelian kedelai AS hingga empat kali lipat, yang akan menguntungkan petani AS dan mengurangi defisit perdagangan antara kedua negara.
Cina menginginkan penghapusan tarif AS secara permanen, terutama di sektor teknologi dan manufaktur, serta perlindungan bagi perusahaan-perusahaannya dari sanksi AS dan jaminan akses terhadap cip canggih buatan AS.
Namun, Cina kini justru melarang penggunaan prosesor Nvidia H20, cip tercanggih AS yang masih diizinkan untuk diekspor ke Cina, sebagai sinyal untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi tinggi dari AS.
Fokus Trump Beralih ke Isu Domestik dan Ukraina
Beberapa analis menilai bahwa Trump tengah menghadapi berbagai tantangan internal dan geopolitik, termasuk pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menjadi alasan Trump memberikan kelonggaran untuk Cina.
Perpanjangan gencatan tarif memberikan waktu bagi para negosiator untuk fokus pada isu-isu krusial, terutama menghindari kembalinya tarif tiga digit yang akan berdampak buruk secara ekonomi bagi kedua belah pihak.
India Menjadi Target Baru
Sementara Cina mendapatkan kelonggaran, India justru menghadapi situasi yang lebih sulit. Negara ini kini menghadapi tarif yang lebih tinggi untuk barang-barang umum dan tambahan tarif untuk pembelian minyak Rusia.
Para ahli menilai bahwa India tidak memiliki kekuatan ekonomi dan tidak mengekspor barang-barang penting bagi industri AS, sehingga tidak memiliki daya tawar yang kuat.
Menghindari Eskalasi, Tekanan Ekonomi Berlanjut
Meskipun sikapnya terhadap Cina melunak, Trump tetap memberikan tekanan melalui jalur lain. Eksportir Cina mulai mengalihkan barang ke AS melalui negara-negara Asia Tenggara untuk menghindari tarif langsung.
Sebagai balasan, Trump menetapkan tarif "transshipment" terhadap negara-negara yang dicurigai memfasilitasi impor-ekspor barang Cina.
Dengan negosiasi yang diperkirakan akan berlanjut, beberapa pihak memperkirakan akan ada pelonggaran perdagangan yang menguntungkan perusahaan AS, tetapi dapat merugikan sekutu AS seperti Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.
Kita mungkin akan melihat kemajuan dalam kontrol ekspor cip canggih dari AS dan mineral tanah jarang dari Cina. Cina kemungkinan akan mendapatkan penurunan tarif dasar, sementara perusahaan AS akan mendapatkan akses pasar yang lebih baik ke pasar Cina, yang dapat merugikan Uni Eropa, Korea Selatan, dan Jepang.