Menteri ATR/BPN Minta Maaf Atas Pernyataan Kontroversial Soal Tanah

Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyampaikan permohonan maaf atas pernyataan sebelumnya yang memicu polemik di masyarakat terkait status kepemilikan tanah. Ia mengakui bahwa pernyataan tersebut tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat negara.

Dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kementerian ATR/BPN, Nusron menyampaikan penyesalannya dan mengakui bahwa pernyataannya telah menimbulkan kesalahpahaman.

Pemicu polemik adalah pernyataan Nusron yang menyebutkan bahwa seluruh tanah rakyat pada dasarnya adalah milik negara, mengacu pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Pasal tersebut mengatur bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Nusron kemudian mengklarifikasi bahwa penertiban lahan hanya akan menyasar lahan-lahan yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak produktif. Ia menegaskan bahwa tanah sawah produktif, pekarangan, maupun tanah waris yang dimiliki warga, terutama yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM), dipastikan aman.

"Ini semata-mata menyasar lahan HGU dan HGB yang luasnya jutaan hektar, tapi dianggurkan, tidak dimanfaatkan, dan tidak produktif. Bukan menyasar tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan rakyat, atau tanah waris, apalagi yang sudah mempunyai status sertifikat hak milik maupun hak pakai," jelasnya.

Ia mengakui bahwa pernyataannya dilontarkan dalam konteks bercanda, namun ia menyesali bahwa hal itu menimbulkan persepsi yang keliru.

Nusron berkomitmen untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi terkait kebijakan pemerintah agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

"Setelah saya menyaksikan ulang, kami menyadari dan kami mengakui bahwa pernyataan tersebut, candaan sebut tidak tepat, tidak sepantasnya, dan tidak selayaknya untuk kami sampaikan, apalagi disampaikan oleh seorang pejabat publik, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan liar di masyarakat," pungkasnya.

Scroll to Top