Presiden Rusia, Vladimir Putin, melakukan panggilan telepon dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, menjelang pertemuan yang direncanakan dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Panggilan ini menjadi sorotan di tengah upaya diplomatik untuk mengatasi konflik di Ukraina dan potensi implikasinya terhadap hubungan AS-Korea Utara.
Dalam percakapan tersebut, Putin menyampaikan apresiasinya atas pengorbanan yang dilakukan personel militer Korea Utara dalam pembebasan Kursk. Kim Jong Un membalas dengan menjanjikan dukungan penuh Pyongyang untuk setiap langkah yang diambil oleh kepemimpinan Rusia di masa depan. Media Korea Utara, KCNA, melaporkan bahwa kedua pemimpin menegaskan komitmen mereka untuk mempererat kerjasama di masa depan.
Kremlin mengkonfirmasi adanya panggilan telepon tersebut dan menyatakan bahwa Putin berbagi informasi dengan Kim Jong Un terkait persiapan pembicaraannya dengan Presiden Trump. Pertemuan antara Putin dan Trump, yang dijadwalkan tiga hari setelah panggilan telepon ini, menandai pertemuan pertama antara presiden AS dan Rusia yang sedang menjabat sejak 2021. Trump berupaya menjadi mediator untuk mengakhiri perang di Ukraina yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.
Hubungan antara Rusia dan Korea Utara semakin erat dalam beberapa tahun terakhir. Pyongyang dilaporkan memasok pasukan dan persenjataan untuk operasi militer Rusia di Ukraina. Tahun lalu, kedua negara menandatangani pakta pertahanan bersama saat Putin mengunjungi Korea Utara. Pada bulan April, Pyongyang secara terbuka mengakui telah mengirimkan kontingen tentaranya ke garis depan di Ukraina, bergabung dengan pasukan Rusia. Informasi intelijen dari Korea Selatan dan negara-negara Barat menyebutkan bahwa Pyongyang mengirimkan lebih dari 10.000 tentara ke wilayah Kursk Rusia pada tahun 2024, bersama dengan berbagai jenis amunisi dan sistem persenjataan.
Yang Moo Jin, Presiden Universitas Studi Korea Utara di Seoul, berpendapat bahwa publikasi percakapan kedua pemimpin menunjukkan keinginan untuk memamerkan kedekatan mereka baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. Ia juga menambahkan bahwa hal ini dapat memberikan dampak positif bagi hubungan AS-Korea Utara.
Yang Moo Jin berpendapat, jika Trump dan Putin mencapai kesepakatan damai terkait Ukraina, Putin berpotensi menyampaikan pandangan Kim Jong Un kepada Trump mengenai kepentingan terkait Korea Utara, termasuk kemungkinan KTT bersyarat tentang perlucutan senjata nuklir. Momentum positif dalam perundingan damai Rusia-Ukraina juga dapat memberikan dampak limpahan yang konstruktif pada dialog antara AS-Korea Utara dan antar-Korea.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump telah bertemu dengan Kim Jong Un sebanyak tiga kali dalam upaya mencapai kesepakatan denuklirisasi Korea Utara. Namun, sejak KTT kedua mereka di Hanoi pada tahun 2019 menemui kegagalan karena perbedaan pendapat mengenai imbalan yang akan diterima Korea Utara, Pyongyang telah mempercepat program nuklirnya.