Teror Senyap "The Zone of Interest": Kengerian Auschwitz yang Menghantui Telinga

Film "The Zone of Interest," kini hadir di KlikFilm, menawarkan pengalaman horor yang berbeda. Bukan lewat visual mengerikan, melainkan melalui kengerian yang merasuk lewat pendengaran.

Bayangkan sebuah keluarga ideal di pedesaan Polandia, tahun 1943. Suasana piknik di tepi sungai yang damai, kehidupan yang tampak harmonis. Namun, begitu mereka kembali ke rumah, kejanggalan mulai terasa. Rumah itu bagaikan vila mewah dengan kebun luas dan kolam renang, jauh dari kesan angker.

Namun, di balik tembok beton tinggi berlapis kawat berduri, berdiri sebuah bangunan gelap yang menakutkan, kontras mencolok dengan keindahan rumah mereka. Sebuah pabrik yang terus berdengung, dengan suara logam, teriakan, gonggongan anjing, dan tembakan yang sesekali terdengar.

Mereka ternyata tinggal bersebelahan dengan Auschwitz era Nazi. Sang ayah, Rudolf Höss, adalah komandan kamp yang bertanggung jawab atas efisiensi mesin pembunuh massal di Auschwitz.

Sutradara Jonathan Glazer dengan sengaja menghindari visualisasi kekejaman di dalam kamp. Adegan sadis dan korban tidak ditampilkan di layar. Justru di sinilah letak kengerian yang sesungguhnya. Serangan datang dari suara-suara yang menyelinap ke telinga, merangsang imajinasi yang jauh lebih menakutkan daripada apa pun yang bisa ditangkap kamera.

Otak manusia, ketika hanya diberi petunjuk suara yang samar, akan bekerja keras untuk mengisi kekosongan. Munculah imajinasi yang seringkali lebih dahsyat dari kenyataan. Efek Zeigarnik dalam horor: otak tidak menyukai misteri yang tak terpecahkan. Suara-suara aneh yang tidak diketahui asalnya akan terus menghantui pikiran, bahkan setelah film selesai.

Bayangkan tengah malam, berbaring di tempat tidur, tiba-tiba mendengar langkah kaki dan jeritan samar. Sebuah alarm otomatis yang membuat tubuh siaga.

"The Zone of Interest" bukan sekadar teori film. Di dunia nyata, suara juga digunakan sebagai alat penyiksaan. Tahanan teroris dilaporkan dipaksa mendengarkan musik keras 24 jam nonstop. Bukan lagu seram, melainkan lagu ceria, lagu anak-anak, atau pop. Tujuannya adalah agar otak tidak pernah beristirahat, menumpuk stres, hingga mental mereka hancur.

Suara dalam film ini terasa mencekik, tidak memberi ruang untuk bernapas. Seolah kita diajak bertetangga dengan neraka dunia, yang setiap malam menghasilkan cahaya oranye dari krematorium, diiringi jeritan samar yang menusuk kalbu.

Scroll to Top