Polemik Royalti Lagu Hantui Pengusaha Hiburan di Mataram, Pemkot Turun Tangan

Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah dihadapkan pada polemik royalti lagu yang memicu keresahan di kalangan pengusaha. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) gencar melakukan penagihan royalti kepada berbagai tempat usaha, mulai dari hotel, restoran, hingga kafe. Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram pun menyatakan keberatannya atas tindakan tersebut.

Sekretaris Daerah Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, mengungkapkan kekhawatiran bahwa industri hiburan di Mataram akan terkena dampak negatif akibat isu royalti lagu ini. Menurutnya, penagihan royalti yang terlalu ketat dapat mematikan sektor ekonomi, terutama bagi para pelaku usaha di bidang hiburan, seperti restoran, hotel, dan tempat makan minum lainnya.

Pemkot Mataram berjanji akan menjembatani keluhan para pelaku industri hiburan kepada pemerintah pusat. Alwan menegaskan pentingnya mencari solusi yang saling menguntungkan (win-win solution) bagi semua pihak yang terlibat. Dalam waktu dekat, Pemkot Mataram berencana menggelar pertemuan dengan berbagai pihak terkait untuk membahas masalah royalti musik ini secara komprehensif.

Keresahan juga dirasakan oleh para pengusaha hotel di Kota Mataram. Ketua Asosiasi Hotel Mataram (AHM), I Made Adiyasa, menyampaikan bahwa para pengusaha hotel merasa kaget dan bingung dengan munculnya surat tagihan royalti musik dari LMKN. Tagihan tersebut muncul secara tiba-tiba, setelah isu serupa mencuat di Bali.

Menurut Adiyasa, banyak hotel yang tidak memutar musik secara aktif, namun tetap ditagih royalti dengan alasan bahwa tamu hotel dapat mendengarkan musik melalui televisi di kamar. Para pengusaha hotel juga merasa tidak nyaman dengan cara penagihan yang dilakukan oleh pihak LMKN. AHM meminta para anggotanya untuk berdiskusi dengan LMKN terkait tagihan tersebut guna mencari kejelasan dan solusi yang adil.

Scroll to Top