Kontroversi Visi ‘Israel Raya’ Netanyahu Picu Kemarahan Negara-Negara Arab

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, baru-baru ini menyampaikan komitmennya untuk mewujudkan visi ‘Israel Raya’, sebuah rencana ambisius yang mencakup aneksasi wilayah dari beberapa negara Arab yang mayoritas penduduknya Muslim. Pernyataan ini muncul dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada hari Selasa, 12 Agustus 2025, dan langsung memicu gelombang kecaman dari berbagai negara Arab.

Visi ‘Israel Raya’ yang diungkapkan Netanyahu meliputi wilayah Palestina yang saat ini diduduki, serta sebagian dari Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Bahkan, beberapa versi menyebutkan bahwa wilayah Arab Saudi juga termasuk dalam rencana tersebut.

Pernyataan kontroversial ini segera menuai reaksi keras dari negara-negara Arab. Arab Saudi, melalui Kementerian Luar Negeri, mengecam keras konsep ‘Israel Raya’ dan menolak dengan tegas rencana pembangunan pemukiman dan ekspansi yang dilakukan oleh Israel. Kerajaan Arab Saudi menegaskan dukungannya terhadap pembentukan negara Palestina dan hak-hak rakyat Palestina, serta memperingatkan masyarakat internasional tentang pelanggaran berat yang terus dilakukan oleh Israel.

Yordania juga menyampaikan penolakan keras terhadap pernyataan Netanyahu, menyebutnya sebagai "delusi palsu dan retorika tak berdasar". Mesir, di sisi lain, meminta klarifikasi atas pernyataan tersebut, menilai bahwa hal itu "memicu ketidakstabilan dan menunjukkan penolakan terhadap perdamaian di kawasan."

Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) turut mengecam pernyataan Netanyahu. Liga Arab menganggap pernyataan tersebut sebagai pengabaian terhadap kedaulatan negara-negara Arab dan merusak keamanan serta stabilitas regional. Sekretariat Jenderal Liga Arab menekankan bahwa pernyataan ini merupakan ancaman serius terhadap keamanan kolektif Arab dan tantangan nyata terhadap hukum internasional.

OKI juga menyatakan bahwa pernyataan Netanyahu adalah retorika ekstremisme, hasutan, dan agresi. OKI menilai bahwa Israel mengabaikan kedaulatan negara dan melanggar hukum internasional.

Scroll to Top