Whoosh Terus Merugi, Bebani Keuangan BUMN

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh terus menjadi masalah bagi keuangan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat. Meskipun sudah beroperasi, Whoosh terus mencatatkan kerugian besar.

Empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus menanggung beban utang dan bunga yang tinggi kepada pihak Tiongkok.

Sebagian besar pendanaan proyek ini berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), dengan sisanya ditanggung oleh APBN dan modal dari konsorsium perusahaan patungan BUMN Indonesia dan Tiongkok.

Dimulai sejak 2016, proyek KCJB mengalami pembengkakan biaya sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18,02 triliun. Audit bersama kedua negara mencatat total biaya pembangunan KCJB kini mencapai 7,27 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 108,14 triliun.

Kerugian BUMN Capai Triliunan Rupiah

Dalam Laporan Keuangan PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PT PSBI) sebagai entitas asosiasi KAI, mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp 4,195 triliun sepanjang tahun 2024. Kerugian berlanjut hingga Juni 2025, mencapai Rp 1,625 triliun.

Kerugian besar PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas di PT KCIC berdampak pada perusahaan BUMN lain yang tergabung dalam konsorsium, yang turut menanggung kerugian operasional Whoosh.

Sebagai contoh, PT KAI sebagai pemimpin konsorsium dengan kepemilikan 58,53% saham PT PSBI, harus menanggung rugi hampir Rp 1 triliun (Rp 951,48 miliar) pada semester pertama 2025. Pada tahun 2024, KAI menanggung rugi sebesar Rp 2,23 triliun, membebani keuangan perusahaan setelah ditugaskan menjadi pengendali saham di Whoosh.

KAI dan tiga BUMN lainnya membentuk PT PSBI sebagai pemegang saham mayoritas di konsorsium KCIC. Semua beban utang dan kerugian operasional Whoosh dibebankan kepada seluruh pemegang saham KCIC.

Konsorsium KCIC terdiri dari sembilan perusahaan. Dari Indonesia, terdapat PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dari Tiongkok, ada China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

PT PSBI memegang 60% saham KCIC, sementara 40% sisanya dikuasai konsorsium Tiongkok.

Danantara Berupaya Selamatkan Keuangan BUMN

Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) berencana melakukan restrukturisasi utang proyek kereta cepat. CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan evaluasi untuk memastikan restrukturisasi dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya menunda masalah.

Rencana restrukturisasi ini juga pernah disampaikan oleh Chief Operating Officer (COO) BPI Danantara, Dony Oskaria, yang menyebutkan beberapa alternatif penyelesaian yang akan diusulkan kepada pemerintah.

Restrukturisasi ini penting untuk menjaga kinerja BUMN yang terlibat, khususnya PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium Indonesia.

Scroll to Top