Kasus tragis pembunuhan Dea Permata Kharisma (27) di Jatiluhur, Purwakarta, akhirnya menemukan titik terang. Ade Mulyana (26), sang asisten rumah tangga (ART) yang dianggap seperti adik sendiri oleh korban, telah ditangkap dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Berikut adalah rangkaian fakta yang mengungkap bagaimana tragedi ini bisa terjadi:
Serangkaian Teror Fiktif
Fery Riyana (38), suami korban, mengungkapkan keanehan yang dilakukan ART sebelum pembunuhan terjadi. Ia dan istrinya sering menerima ancaman yang tampak nyata, namun belakangan diketahui hanyalah rekayasa pelaku.
"Pelaku sering mengatakan ada orang yang datang tengah malam, ada warga desa, bahkan pembegal di jalan. Pernah saya kejar orang itu bersama pelaku, tapi anehnya orang itu langsung menghilang," ujar Fery.
Rekayasa Perselingkuhan
Ancaman dan teror yang dialami tidak hanya datang langsung, tetapi juga melalui pesan elektronik. Pelaku mengesankan bahwa ancaman tersebut dilakukan oleh seorang wanita yang cemburu karena Dea berselingkuh dengan suaminya.
"Teror juga melalui pesan WA dari nomor tidak dikenal. Isi pesannya menuduh istri saya berselingkuh dengan Fadel, teman istri saya yang direkrut untuk bekerja. Jadi, seolah-olah istri Fadel yang meneror istri saya," jelasnya.
Cerita Pembegalan yang Mencurigakan
Cerita pembegalan yang menimpa Dea dan ART-nya membuat Fery semakin khawatir. Ia kemudian meminta pelaku untuk menjadi pengawal istrinya.
Namun, Fery tidak pernah curiga pada pelaku karena sudah dianggap sebagai keluarga. Hubungan ini berawal dari ibu pelaku yang telah belasan tahun menjadi ART di keluarga besar korban.
"Ibu pelaku sudah lama bekerja sebagai ART di rumah ibu saya. Anaknya kemudian menjadi ART di rumah saya. Saya tidak pernah membeda-bedakan, kebutuhan pelaku selalu saya penuhi. Karena saya bekerja, saya percaya pada pelaku untuk menjaga istri saya dan membantunya saat ada acara," imbuhnya.
Hilangnya Teror Setelah Pemasangan CCTV
Fery sempat berkonsultasi dengan pihak kepolisian mengenai ancaman yang dialaminya. Ia disarankan untuk memasang CCTV.
"Saya konsultasi ke polisi di bulan Juli, lalu tanggal 5 Agustus saya pasang CCTV. Setelah itu, tidak ada lagi ancaman atau teror. Saya juga mengatakan pada Ade (pelaku), bahwa pelaku teror akan bisa ditangkap," tegasnya.
Namun, hanya sekitar seminggu setelah pemasangan CCTV, terjadi pembunuhan oleh ART-nya sendiri. Motif dan cara pelaku menghabisi nyawa korban masih belum diketahui.
"Saya tidak tahu apa motifnya. Kalau suka sama istri saya, kenapa bukan saya yang dibunuh? Semoga polisi bisa mengungkapnya," tuturnya.
Pesan Terakhir Korban
Pesan singkat dari Dea sebelum meninggal sangat memilukan. Kalimat ‘Jangan lupa makan’ menjadi pesan terakhir yang ia sampaikan.
Saat itu, Fery sedang bekerja dan tidak menyangka akan mengalami mimpi buruk. Meski berjarak 8 kilometer dari rumahnya, Fery masih berkomunikasi melalui ponsel. Namun, ia merasa aneh saat pesannya tidak lagi dibalas.
"Sekitar jam 11 siang, istri saya memberi tahu akan membeli makan siang. Itu masih bersama pelaku. Semuanya baik-baik saja. Saya bertanya, ‘Hujan nggak di bawah?’ Istri saya menjawab, ‘Hujan gede’. Lalu tidak lama kemudian bertanya, ‘Udah makan belum?’ Saya jawab, ‘Belum, masih kerja’. Istri saya membalas, ‘Ya udah jangan lupa makan’. Itu chat terakhir. Sepertinya saat itu istri saya sedang dieksekusi oleh pelaku, karena setelah itu tidak ada kabar lagi," ujar Fery.
Kebohongan Sebelum Pembunuhan
Sekitar pukul 13.30 WIB, Ade tiba-tiba datang ke tempat kerja Fery dengan wajah panik. Ia mengatakan bahwa Dea sedang dikepung di dalam rumah. Fery kemudian menginformasikan hal tersebut ke grup RW.
"Ayo Mas, cepat-cepat. Dia gemetar, seperti sedang berakting. Awalnya saya tidak curiga. Lalu saya bertanya kronologinya. Dia bilang ada mobil putih dengan plat nomor B1070, tiga orang turun ke bawah. Saya langsung curiga karena dia bisa mengingat plat nomornya," tuturnya.
"Terus lu ngapain keluar? Kok bisa ninggalin Mbak Dea bukan diam di rumah? Disuruh Mbak Dea, "Mas beli susu". Itu juga janggal karena istri saya tidak suka minum susu, sukanya kopi," tambahnya.
Kecurigaan yang Meningkat
Fery semakin curiga dengan sikap Ade. Terlebih saat tiba di rumah, Ade mengatakan bahwa kunci hilang dan menyarankan menggunakan kunci yang disatukan dengan gantungan kunci motor.
"Kunci itu juga janggal. Lalu aneh, istri saya tidak keluar, padahal biasanya kalau mendengar suara saya pulang, dia pasti membuka gorden sebelum membuka pintu. Ini tidak ada sama sekali, saya mulai panik," imbuh Fery.
Penemuan Jenazah Bersimbah Darah
Saat memasuki rumah, Fery melihat istrinya sudah tergeletak di lantai bersimbah darah. Tubuhnya ditutupi kain dan wajahnya penuh luka.
"Ade (pelaku) tidak masuk rumah, dia malah berguling-guling di depan saat tahu istri saya meninggal, dia memukul-mukul kepalanya sendiri seperti stres," ungkap Fery.
CCTV yang Mati
Kejanggalan selanjutnya adalah kondisi CCTV yang kabelnya dicabut dari dalam rumah. Selain itu, tidak ada pintu atau jendela yang terbuka.
"Aneh kan? CCTV kabelnya tidak tersambung ke listrik, semua pintu tertutup. Saya langsung berpikir ini pasti orang dalam. Lalu saya melihat ada jejak kaki berdarah di lantai. Kaki istri saya kecil, tapi jejaknya besar. Kaki yang besar itu ya Ade," bebernya.
Kecurigaan Terhadap ART
Fery tetap tenang saat situasi panik. Ia menjaga Ade agar tetap dalam pengawasannya karena saat itu ia sudah mencurigai keterlibatannya.
"Polisi datang dan bertanya siapa yang saya curigai. Saya jawab Ade, Fadel, dan istri Fadel. Ade karena kejanggalan, Fadel karena saya curiga dia yang membuat cerita ancaman. Saya langsung dibawa ke polres dan baru boleh pulang jam 4 subuh," pungkasnya.