Presiden Prabowo Subianto menugaskan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan BUMN. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah menghapus sistem tantiem bagi para komisaris BUMN.
Menurut Prabowo, istilah "tantiem" hanyalah akal-akalan yang membuat banyak orang tidak memahami komponen gaji tersebut. Ia menyoroti ketidakwajaran pemberian tantiem yang mencapai puluhan miliar rupiah per tahun kepada komisaris yang hanya rapat sebulan sekali.
Tantiem sendiri merupakan bagian keuntungan perusahaan yang diberikan kepada direksi dan dewan komisaris sebagai bentuk apresiasi atas kinerja mereka, terutama jika perusahaan berhasil mencetak laba. Besaran tantiem biasanya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari laba bersih perusahaan.
Prabowo juga menginstruksikan Danantara untuk mengawasi ketat pemberian tantiem kepada jajaran direksi, dengan menekankan bahwa keuntungan perusahaan harus riil, bukan hasil rekayasa. Ia bahkan memberikan ultimatum kepada direksi dan komisaris yang tidak setuju dengan kebijakan baru ini untuk mengundurkan diri.
CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, mengungkapkan bahwa penghapusan tantiem dan pemotongan insentif bagi komisaris BUMN berpotensi menghemat anggaran perusahaan hingga Rp 8 triliun per tahun.
Sebagai informasi, BPI Danantara melarang anggota dewan komisaris BUMN dan Anak Usaha BUMN menerima tantiem, insentif, dan penghasilan dalam bentuk apapun yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan, termasuk insentif kinerja, insentif khusus, maupun insentif jangka panjang.
Kebijakan ini telah dituangkan dalam Surat S-063/DI-BP/VII/2025 dan akan mulai diterapkan pada tahun buku 2025 untuk seluruh BUMN yang berada di bawah portofolio BPI Danantara. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan BUMN di Indonesia.