Kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 terus bergulir, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin gencar melakukan penyelidikan. Salah satu langkah yang diambil adalah penggeledahan rumah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam penggeledahan yang dilakukan pada Jumat, 15 Agustus 2025 di Jakarta Timur, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik. Di antara barang bukti tersebut terdapat handphone, yang rencananya akan diekstraksi untuk mencari petunjuk terkait kasus ini.
Namun, ada pernyataan menarik dari pengacara Yaqut. Mellisa Anggraini, kuasa hukum Yaqut, menegaskan bahwa barang bukti elektronik yang disita KPK bukanlah milik kliennya. "Terkait informasi penyitaan barang bukti elektronik, dapat kami tegaskan bahwa yang disita tersebut bukan milik Gus Yaqut," ungkap Mellisa.
Meskipun demikian, Mellisa enggan memberikan detail lebih lanjut mengenai total barang yang disita. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk memberikan penjelasan detail. Yaqut sendiri, melalui pengacaranya, menyatakan dukungan penuh terhadap upaya KPK dalam mengungkap kasus ini secara terang benderang.
Barang bukti elektronik, atau yang sering disebut sebagai bukti digital, memiliki kedudukan hukum yang kuat. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, dan hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Bukti elektronik ini bisa berupa informasi, dokumen, hingga hasil cetak dari dokumen dan informasi elektronik.
Penyitaan barang bukti elektronik ini tentu menjadi babak baru dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji. Pertanyaan yang muncul adalah, jika bukan milik Yaqut, lalu milik siapakah barang bukti elektronik tersebut? Informasi apa yang terkandung di dalamnya? KPK diharapkan dapat segera mengungkap misteri ini dan membawa kasus ini ke titik terang.