Terjebak Pesona Benda Purbakala: Kisah Seorang Kolektor Gigi Dinosaurus Ilegal

Mengoleksi benda purbakala memang memikat, menawarkan secuil sejarah yang bisa digenggam. Fosil dan artefak kuno mudah ditemukan di pasar daring, namun tanpa pengetahuan dan kehati-hatian, hobi ini bisa berujung petaka. Alih-alih kebanggaan, kerugian materi dan emosional bisa menghantui.

Seorang kolektor, misalnya, membeli gigi dinosaurus secara online seharga Rp 1,5 juta. Awalnya, ia hanya penasaran ingin memiliki fosil. Algoritma media sosial kemudian menawarkannya berbagai benda purbakala. Ia pun terpikat pada gigi Spinosaurus, predator raksasa yang lebih besar dari T-Rex.

Paket yang datang tampak meyakinkan, lengkap dengan sertifikat keaslian. Gigi berwarna cokelat kekuningan itu dipajang dalam kubah kaca. Namun, setelah diperiksa lebih teliti, keraguan mulai muncul karena retakan yang mencurigakan.

Untuk memastikan keasliannya, gigi tersebut dibawa ke Museum Sejarah Alam. Peneliti senior mengonfirmasi bahwa itu adalah fosil, kemungkinan besar gigi Spinosaurus dari formasi Kem Kem di Maroko. Kabar baik? Tidak sepenuhnya.

Dinosaurus sering berganti gigi sepanjang hidupnya, sehingga fosil semacam ini relatif umum. Artinya, si kolektor mungkin membayar terlalu mahal. Lebih buruk lagi, gigi itu hampir pasti digali dan diekspor secara ilegal. "Anda memilikinya secara ilegal," kata sang peneliti.

Kasus ini hanyalah secuil dari demam fosil yang melanda dunia. Lelang fosil mencetak rekor harga fantastis. Kerangka Stegosaurus pernah terjual hingga Rp 721 miliar, menjadikannya fosil termahal sepanjang sejarah. Fosil juga dianggap sebagai aset investasi, penjualan T-Rex seharga Rp 495 miliar semakin mengukuhkan tren ini.

Namun, di balik maraknya perdagangan, isu legalitas mengintai. Di Maroko, penggalian dan ekspor fosil seharusnya diatur izin. Namun, praktiknya berbeda. Sebagian besar fosil justru mengalir ke pasar gelap internasional.

Kondisi para penambang fosil juga memprihatinkan. Mereka bekerja di tambang gelap yang berbahaya, seringkali tanpa alat pelindung. Upah yang diterima sangat rendah, sementara risiko kecelakaan hingga kematian terus mengintai.

Pembeli pribadi jarang menghadapi konsekuensi hukum. Namun, membeli fosil dari negara dengan aturan ekspor ketat, seperti Brasil, Argentina, China, atau Mongolia, sangat berisiko. Beberapa fosil mungkin lolos dari penyelundupan dengan dokumen palsu.

Oleh karena itu, kehati-hatian sangat dianjurkan. Riset penjual, reputasi toko, serta dokumen asal-usul menjadi kunci penting sebelum membeli barang purbakala.

Kini, gigi Spinosaurus ilegal itu menjadi pajangan di rak buku. Keindahan benda purbakala bercampur dengan rasa waswas akan status legalitas dan cerita kelam di balik penggaliannya.

Pesan penting: Jangan beli fosil secara online. Fosil adalah warisan bersama, bukan sekadar koleksi pribadi.

Scroll to Top