Rupiah Terkapar di Tengah Badai Mata Uang Asia, Dolar AS Perkasa!

Rabu (20 Agustus 2025) menjadi hari kelabu bagi mayoritas mata uang Asia. Dolar Amerika Serikat (AS) tak terbendung, menghantam nilai tukar negara-negara di kawasan. Rupiah menjadi korban dengan pelemahan terdalam.

Data menunjukkan, pukul 09.20 WIB, rupiah merosot 0,43% ke level Rp16.305 per dolar AS. Kombinasi sentimen dalam negeri terkait keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) hari ini, serta penguatan dolar AS yang terjadi selama dua hari berturut-turut, menjadi penyebab utama tekanan terhadap rupiah.

Selain rupiah, mata uang Asia lainnya turut merasakan dampaknya. Won Korea anjlok 0,40% menjadi KRW 1.398,5 per dolar AS, dolar Taiwan tertekan 0,33% ke TWD 30,212 per dolar AS, sementara baht Thailand dan ringgit Malaysia masing-masing melemah 0,22% dan 0,17%.

Yuan China, rupee India, dolar Singapura, dan dong Vietnam juga mengalami pelemahan tipis. Satu-satunya mata uang yang berhasil melawan arus adalah yen Jepang, yang justru menguat 0,07% ke level JPY 147,56 per dolar AS.

Indeks Dolar AS Melonjak, Mata Uang Asia Merana

Penguatan indeks dolar AS (DXY) menjadi pemicu utama pelemahan mata uang Asia. Pada pukul 09.33 WIB, DXY berada di level 98,40, menguat 0,15%. DXY terus menguat sejak awal pekan ini dan mencapai level tertinggi sejak 12 Agustus.

Ekspektasi pasar terhadap kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) menjadi motor penggerak penguatan dolar. Pasar kini menantikan pidato Ketua The Fed Jerome Powell dalam Jackson Hole Economic Symposium pada Jumat (22/8/2025). Pidato ini dianggap krusial untuk menguji apakah The Fed akan memberikan sinyal jelas mengenai potensi pemangkasan suku bunga pada September mendatang.

Saat ini, pasar berjangka memperkirakan probabilitas 84% The Fed akan memangkas suku bunga bulan depan, dengan total penurunan sekitar 54 basis poin hingga akhir tahun. Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa pasar bisa berbalik arah jika Powell memilih untuk tetap berhati-hati atau terdengar lebih hawkish.

Ketidakpastian pasar global juga turut berperan. Data tenaga kerja AS yang lebih lemah dari perkiraan awal bulan ini memicu harapan pemangkasan suku bunga, namun kemudian diimbangi oleh data inflasi produsen (PPI) yang lebih tinggi dari perkiraan pekan lalu. Kondisi inilah yang membuat pidato Powell di Jackson Hole semakin penting untuk memberikan arah yang lebih jelas bagi pasar.

Scroll to Top