Dua negara sekutu utama Amerika Serikat, Australia dan Prancis, baru-baru ini melayangkan kritikan pedas terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Ketegangan ini dipicu oleh serangkaian pernyataan dan kebijakan kontroversial dari pihak Israel.
Australia Geram
Australia mengecam Netanyahu setelah sang perdana menteri melontarkan serangan verbal yang mengejutkan. Netanyahu menyebut Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, sebagai politisi lemah yang telah mengkhianati Israel, sebuah tuduhan yang mengejutkan mengingat hubungan dekat kedua negara selama beberapa dekade.
Kondisi memburuk setelah Australia mengumumkan pengakuan terhadap negara Palestina. Menteri Dalam Negeri Australia, Tony Burke, menyatakan bahwa pernyataan Netanyahu mencerminkan seorang pemimpin yang frustrasi. Burke menegaskan bahwa kekuatan sejati tidak diukur dari kemampuan menghancurkan atau membiarkan anak-anak kelaparan. Tindakan Israel justru mengarah pada isolasi dari dunia internasional, yang tidak menguntungkan bagi mereka sendiri.
Ketegangan semakin meruncing ketika Australia membatalkan visa politisi sayap kanan Israel, Simcha Rothman, dengan alasan bahwa kunjungannya berpotensi memicu perpecahan. Israel membalas dengan mencabut visa perwakilan diplomatik Australia untuk Otoritas Palestina.
Hubungan Australia dan Israel memang mulai merenggang sejak akhir tahun lalu, menyusul serangkaian insiden anti-Semit di Australia. Netanyahu menuduh pemerintah Australia menyimpan sentimen anti-Israel setelah sebuah sinagoge dibom.
Prancis Meradang
Prancis juga menunjukkan ketidaksenangan yang mendalam terhadap Netanyahu. Bahkan, mereka menyebut pernyataan Netanyahu "keji" dan "jelas-jelas keliru".
Perselisihan ini bermula ketika Prancis mengumumkan rencana pengakuan negara Palestina di PBB bulan depan. Netanyahu kemudian menuduh Presiden Emmanuel Macron mengobarkan antisemitisme.
Pihak kepresidenan Prancis menegaskan bahwa ini adalah waktu untuk keseriusan dan tanggung jawab, bukan untuk manipulasi. Mereka menekankan bahwa kekerasan terhadap komunitas Yahudi di Prancis tidak dapat ditoleransi dan pemerintahan Macron telah mengambil tindakan tegas terhadap pelaku tindakan antisemit.
Menteri Eropa Prancis, Benjamin Haddad, menambahkan bahwa Prancis tidak perlu diajari bagaimana melawan antisemitisme, isu yang meracuni masyarakat Eropa. Ia mengecam upaya untuk mengeksploitasi isu tersebut.
Dalam surat sebelumnya kepada Macron, Netanyahu mengklaim bahwa antisemitisme telah melonjak di Prancis setelah pengumuman rencana pengakuan negara Palestina. Ia menuduh Macron memicu antisemitisme dan memperkuat teror Hamas.
Prancis, yang lama mengadvokasi solusi "dua negara", termasuk di antara mayoritas anggota PBB yang mengakui atau berencana mengakui negara Palestina.
Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina mengecam tuduhan Netanyahu terhadap Macron, menyebutnya "tidak beralasan dan bertentangan dengan perdamaian". Mereka menegaskan bahwa mengkritik pendudukan Israel tidak sama dengan antisemitisme.
Prancis adalah rumah bagi komunitas Yahudi terbesar di Eropa. Meskipun jumlah tindakan antisemit sempat melonjak, pemerintah Prancis mengklaim telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya.