Upaya mengakhiri konflik Rusia-Ukraina memasuki fase krusial. Gedung Putih kini menggodok rencana pertemuan tiga pihak yang melibatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Meski Kremlin masih berhati-hati, angin segar perdamaian mulai terasa.
Zelensky Optimis dengan Peran AS, Pertemuan dengan Putin Jadi Agenda Utama
Presiden Zelensky menyatakan perundingan di Gedung Putih sebagai "langkah maju signifikan" menuju perdamaian. Pembicaraan intensif juga mencakup wacana pertemuan trilateral bersama Putin dan Trump.
Beberapa opsi lokasi pertemuan telah dipertimbangkan, termasuk Budapest, Istanbul, dan Swiss. Trump bahkan menawarkan diri untuk tidak hadir di awal. "Jika mereka bisa bertemu tanpa saya, itu akan lebih baik. Jika dibutuhkan, saya akan datang," ujarnya.
Sementara itu, sekutu Ukraina mengadakan pertemuan untuk membahas sanksi lanjutan terhadap Rusia dan merumuskan jaminan keamanan untuk Kyiv. NATO juga menjadwalkan rapat virtual dengan partisipasi Jenderal AS Dan Caine.
Di tengah harapan perdamaian, Putin menegaskan garis kerasnya: Rusia tidak akan mentolerir keberadaan pasukan NATO di Ukraina dan tetap kukuh pada klaim wilayahnya. Analis memperkirakan Moskow berpotensi memperpanjang konflik sambil terus memainkan taktik negosiasi yang berlarut-larut.
Putin Belum Beri Lampu Hijau
Presiden Putin belum memberikan indikasi kesediaan untuk bertemu langsung dengan Zelensky, meskipun Trump gencar mendorong pertemuan bilateral. Kremlin menganggap pertemuan tersebut belum mendesak.
Ajudan Putin, Yury Ushakov, menjelaskan bahwa pembicaraan saat ini masih sebatas penjajakan peningkatan level perwakilan, bukan pertemuan kepala negara. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menambahkan bahwa pertemuan tingkat tinggi membutuhkan persiapan matang. "Kami tidak menolak kerja sama, tetapi kontak pejabat tinggi tidak bisa dilakukan secara serampangan," tegasnya.
Jaminan Trump: Tanpa Pasukan AS di Ukraina
Trump memastikan tidak akan mengirim pasukan darat AS ke Ukraina. Namun, ia membuka peluang dukungan udara sebagai bagian dari kesepakatan damai. "Eropa siap menempatkan pasukannya di darat. Kami siap membantu, terutama melalui udara," kata Trump.
Trump juga menekankan bahwa gaya negosiasinya lebih mengandalkan "naluri daripada proses". Namun, ia mengakui bahwa Putin mungkin tidak tertarik pada kesepakatan damai. "Kita akan mencari tahu tentang Presiden Putin dalam beberapa minggu mendatang," ujarnya.
Gedung Putih turut mengamini bahwa dukungan udara menjadi opsi yang dipertimbangkan. "Presiden menegaskan tidak akan ada pasukan AS di Ukraina," tegas Sekretaris Pers Karoline Leavitt. "Namun, kami dapat membantu dalam koordinasi dan memberikan jaminan keamanan lainnya kepada sekutu Eropa."
Pernyataan ini muncul setelah Trump menjanjikan jaminan keamanan baru bagi Ukraina dalam pertemuan di Gedung Putih. Namun, jalan menuju perdamaian masih terjal, terutama setelah Rusia melancarkan serangan udara terbesar dalam sebulan terakhir, dengan 270 drone dan 10 rudal menghantam berbagai wilayah Ukraina.
Trump Incar Surga Lewat Perdamaian Ukraina?
Trump kembali membuat pernyataan kontroversial terkait perang Rusia-Ukraina. Ia mengatakan bahwa kesepakatan damai Ukraina dapat meningkatkan peluangnya untuk masuk surga. "Saya ingin mencoba masuk surga jika memungkinkan," kata Trump. "Jika saya bisa masuk surga, ini akan menjadi salah satu alasannya."
Trump, yang sebelumnya menyatakan ambisinya meraih Hadiah Nobel Perdamaian, kali ini menegaskan motivasinya bukan hanya politik, tetapi juga religius.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt meyakinkan bahwa komentar Trump bukan sekadar gurauan. "Saya pikir presiden serius tentang hal itu. Saya rasa presiden ingin masuk surga, seperti yang saya harapkan dari kita semua," ujarnya.