Jakarta – Rusia dengan tegas menolak kehadiran Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sebagai pihak yang menjamin keamanan Ukraina, jika kedua negara sepakat untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun. Penolakan ini disampaikan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov.
Pernyataan ini muncul setelah pertemuan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan sejumlah pemimpin negara Eropa, yang membahas kemungkinan pengiriman pasukan ke Ukraina. Walaupun belum ada detail konkret apakah pasukan tersebut akan berperan sebagai penjaga perdamaian atau membantu Kyiv, Rusia melihat kehadiran tentara NATO di wilayah Ukraina sebagai tindakan agresi.
"Jika ada tentara NATO secara resmi berada di wilayah Ukraina, itu akan menjadi tindakan agresi belaka," tegas Tolchenov dalam konferensi pers di Jakarta.
Rusia terbuka untuk membahas jaminan keamanan bagi Ukraina, namun dengan syarat pihak penjamin bukanlah NATO. Moskow mengusulkan negara-negara yang memiliki posisi penting di dunia modern dan memiliki pendekatan konstruktif terhadap Rusia serta krisis Ukraina untuk menjadi penjamin.
Tolchenov menyoroti inisiatif "Kelompok Sahabat untuk Perdamaian" (Groups of Friends for Peace in Ukraine) yang beranggotakan 17 negara, termasuk Indonesia. Ia menyatakan bahwa beberapa anggota dari kelompok ini, seperti Brasil dan China, telah menawarkan diri sebagai mediator dalam konflik tersebut. Ia berharap beberapa anggota kelompok ini dapat berkontribusi sebagai penjamin keamanan Ukraina.
Sebelumnya, Trump telah menjanjikan koordinasi operasi penjaga perdamaian yang dipimpin oleh Eropa dan Ukraina. Sementara itu, Zelensky berharap detail jaminan keamanan akan diresmikan dalam waktu dekat, termasuk kemungkinan kehadiran tentara NATO dalam bentuk intelijen, pengamanan udara, atau bantuan dana.