Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melayangkan kecaman pedas terhadap Israel atas persetujuan pembangunan permukiman Yahudi kontroversial di Tepi Barat, yang dikenal sebagai "proyek E1". PBB memperingatkan bahwa langkah ini akan memicu "dampak kemanusiaan yang menghancurkan" bagi warga Palestina.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan kepada Israel untuk segera menghentikan seluruh aktivitas permukiman. Menurutnya, permukiman Israel di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, melanggar hukum internasional dan bertentangan dengan resolusi PBB.
Guterres menegaskan bahwa kemajuan proyek E1 merupakan ancaman nyata bagi solusi dua negara. Proyek ini akan memisahkan wilayah utara dan selatan Tepi Barat, yang berdampak serius pada kedaulatan wilayah Palestina yang diduduki.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyoroti bahwa proyek E1 mengancam pergerakan dan akses warga Palestina, karena akan secara efektif memisahkan Tepi Barat utara dan tengah dari wilayah selatan. OCHA juga memperingatkan bahwa rencana ini akan menempatkan 18 komunitas Bedouin Palestina dalam risiko pengungsian yang lebih tinggi.
Perluasan permukiman Yahudi ini juga mencakup pembangunan jalan pintas yang mengalihkan lalu lintas warga Palestina dari jalan utama Yerusalem-Yerikho. OCHA menilai bahwa ruas jalan ini merusak keutuhan wilayah, meningkatkan waktu tempuh, dan berdampak negatif terhadap mata pencaharian serta akses masyarakat terhadap layanan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, justru memuji persetujuan proyek E1. Ia bahkan menyebut bahwa dengan proyek ini, "Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan."
Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Israel.