Kanker payudara masih menjadi momok bagi kaum wanita di Indonesia. Ironisnya, mayoritas kasus baru terdeteksi saat stadium sudah lanjut, yang berimbas pada menurunnya harapan kesembuhan dan memperburuk kondisi fisik, psikologis, serta sosial pasien.
Data global menunjukkan bahwa Indonesia memiliki angka kasus kanker yang tinggi. Pada tahun 2022, tercatat lebih dari 408 ribu kasus kanker dengan hampir 242 ribu kematian. Fakta ini menjadi perhatian serius dalam upaya meningkatkan kualitas layanan kesehatan, khususnya bagi kaum wanita.
Keefektifan pengobatan kanker payudara sangat ditentukan oleh akurasi diagnosis dan pengambilan keputusan medis sejak dini. Namun, keterlambatan dan ketidaktepatan diagnosis masih sering terjadi, menghambat keberhasilan terapi dan meningkatkan risiko fatal bagi pasien.
Banyak wanita Indonesia yang memilih berobat ke Singapura untuk mencari opini kedua mengenai prosedur atau penanganan kanker mereka. Umumnya, mereka datang saat kanker telah mencapai stadium lanjut.
Menurut seorang ahli bedah payudara, pasien sebaiknya mendeteksi kanker sedini mungkin untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Wanita perlu mewaspadai gejala umum seperti munculnya benjolan atau keluarnya cairan abnormal dari puting.
"Jika masih stadium 2-3, perawatan masih sangat memungkinkan dengan peluang sembuh yang baik," ujarnya. "Gejala yang paling umum adalah munculnya benjolan. Beberapa wanita tidak merasakan gejala apa pun dan baru terdeteksi saat skrining. Gejala lain termasuk keluarnya cairan, puting tertarik ke dalam, luka, dan kulit di sekitar puting menebal seperti kulit jeruk."
Sebagai respon terhadap kebutuhan mendesak ini, tiga institusi medis terkemuka di Singapura berkolaborasi untuk menyediakan perawatan kanker payudara terpadu dan terukur, didukung oleh pengalaman klinis mendalam dan standar medis internasional.
Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 66 ribu kasus.
