Jakarta Rawan Gempa: Belajar dari Dahsyatnya Gempa 1834 yang Meluluhlantakkan Batavia

Jakarta, kota metropolitan yang kini dipadati jutaan penduduk, ternyata memiliki catatan kelam terkait bencana gempa bumi. Peristiwa gempa bukan hal baru, dan sudah seharusnya masyarakat meningkatkan kesiagaan. Bahkan, gempa berkekuatan M4,9 yang berpusat di Karawang beberapa waktu lalu, dirasakan hingga Jakarta, memicu kepanikan warga.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa gempa tersebut disebabkan oleh aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Jawa Barat, tepatnya di Segmen Citarum. Lokasinya berada di darat, sekitar 19 km tenggara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada kedalaman 10 km.

Namun, jauh sebelum itu, Jakarta dan sekitarnya telah mengalami gempa dahsyat. Salah satunya terjadi pada tahun 1834, 191 tahun yang lalu, yang memorak-porandakan Batavia (nama Jakarta pada masa lalu).

Kilas Balik Gempa Besar 1834

Pada 10 Oktober 1834 dini hari, gempa besar mengguncang Megamendung, Bogor, dan terasa hingga Jakarta. Meskipun penyebabnya belum diketahui pada saat itu, penelitian modern mengungkap bahwa gempa tersebut dipicu oleh aktivitas Sesar Baribis.

Sesar Baribis membentang dari Purwakarta, Cibatu (Bekasi), Tangerang, hingga Rangkasbitung. Jika ditarik garis lurus dari Cibatu ke Tangerang, sesar ini diperkirakan melewati beberapa kecamatan di Jakarta, seperti Cipayung, Ciracas, Pasar Rebo, dan Jagakarsa.

Besaran gempa 1834 memang tidak diketahui secara pasti, tetapi dampaknya yang begitu merusak mengindikasikan magnitudo yang cukup besar.

Laporan dari Javasche Courant (22 November 1834) mencatat bahwa guncangan tersebut menyebabkan kerusakan parah hingga keruntuhan bangunan di Jakarta, Bogor, dan sekitarnya, termasuk Pondok Gede, Citeureup, Cilangkap, Kranggan, Cimanggis, dan Pondok Cina. Bahkan, sebuah desa di daerah Cipanas rata dengan tanah.

Kerusakan tidak hanya menimpa rumah-rumah warga biasa, tetapi juga hunian mewah dan istana pejabat kolonial yang memiliki fondasi kuat. Salah satu korbannya adalah Agustijn Michels, seorang kaya raya di Hindia Belanda. Rumah mewahnya di Citeureup runtuh total akibat gempa. Istana Buitenzorg, kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, juga ikut roboh.

Pelajaran dari Masa Lalu

Peristiwa gempa bumi dahsyat di masa lalu menjadi pengingat penting bahwa gempa tidak pandang bulu. Jika guncangan serupa terjadi hari ini, dampaknya pasti bisa jauh lebih besar. Jakarta yang semakin padat dan dipenuhi gedung-gedung tinggi menuntut peningkatan kewaspadaan dan mitigasi bencana. Kesadaran akan potensi gempa dan upaya-upaya mitigasi menjadi kunci untuk mengurangi risiko dan melindungi keselamatan jiwa.

Scroll to Top