Medellin, Kolombia – Ketegangan memuncak di Kolombia setelah terjadi bentrokan sengit antara aparat kepolisian dan kartel narkoba terbesar di negara itu, Gulf Clan. Insiden berdarah ini menyebabkan enam anggota polisi meregang nyawa setelah helikopter yang mereka tumpangi ditembak jatuh menggunakan pesawat tanpa awak (drone).
Serangan terjadi saat polisi tengah menjalankan operasi pemberantasan ladang tanaman koka, bahan dasar kokain, di wilayah Antioquia, barat laut Kolombia, yang dikenal sebagai jantung kota Medellin.
Gambar-gambar yang beredar luas di media sosial memperlihatkan helikopter polisi terjebak dalam baku tembak intens sebelum akhirnya jatuh setelah dihantam tembakan dari drone.
Menteri Pertahanan Kolombia menuding Gulf Clan sebagai dalang serangan ini, menyusul kegagalan perundingan damai antara kartel tersebut dan pemerintah di awal tahun 2023. Kartel ini dituding telah membunuh puluhan anggota pasukan keamanan.
Presiden Kolombia menyatakan bahwa serangan itu merupakan aksi balas dendam atas penyitaan satu setengah ton kokain milik Gulf Clan di wilayah Uraba oleh pasukan keamanan.
Kolombia saat ini menghadapi lonjakan kekerasan terburuk sejak perjanjian damai antara pemerintah dan kelompok gerilyawan FARC pada tahun 2016.
Presiden yang berhaluan kiri mulai menjabat pada tahun 2022 dengan janji mewujudkan "perdamaian total" melalui dialog dengan semua kelompok bersenjata yang masih aktif.
Namun, selama masa pemerintahannya, beberapa kelompok, termasuk Gulf Clan, justru semakin kuat. Pemerintah baru-baru ini mengumumkan dimulainya kembali perundingan damai dengan Gulf Clan.
Kartel ini, yang berakar dari kelompok paramiliter sayap kanan, terlibat dalam berbagai kegiatan ilegal, termasuk penambangan emas ilegal, pemerasan, penyelundupan migran, dan perdagangan narkoba.
Pemerintah memperkirakan jumlah anggota Gulf Clan mencapai sekitar 7.500 orang, sementara kartel itu sendiri mengklaim memiliki lebih dari 13.000 anggota.