Memiliki luka batin adalah pengalaman berat yang pemulihannya membutuhkan waktu. Tak jarang, seseorang yang terluka memilih mengisolasi diri, enggan menjalin hubungan asmara maupun pertemanan. Luka ini bisa berasal dari berbagai sumber, seperti keluarga, teman, atau bahkan pasangan. Trauma dan cara menghadapinya pun berbeda bagi setiap individu. Namun, pertanyaannya adalah, apakah luka batin mengharuskan kita berhenti total dari kehidupan?
Menurut psikolog klinis, luka batin memang menyakitkan dan butuh waktu untuk sembuh. Namun, seringkali kita tidak menyadari bahwa luka itu sebenarnya sudah sembuh, tetapi bayangan rasa sakitnya terus menghantui.
Trauma itu seperti luka fisik yang membutuhkan waktu untuk penyembuhan. Kita cenderung beristirahat dan memberi waktu agar sembuh. Namun, seringkali kita justru memperpanjang rasa sakit itu. Luka mungkin sudah sembuh, tetapi bayangan kejadian yang menyakitkan terus menghantui, membuat kita tidak berfungsi secara optimal.
Hidup dengan trauma bukan berarti harus berhenti menjalani hidup. Justru, bagaimana kita bisa melawan luka batin yang mengganggu fungsi kehidupan kita. Di sinilah peran psikolog menjadi penting. Disarankan untuk berkonsultasi dengan psikolog klinis untuk mengetahui di mana letak luka, apakah sudah sembuh, dan bagaimana cara melawan bayangan rasa sakit tersebut.
Pakar dapat membantu kita menghadapi luka, menjadi lebih kuat karenanya, dan melanjutkan hidup. Jadi, bagi mereka yang merasa masih dihantui trauma, berkonsultasi dengan psikolog adalah langkah yang baik. Ini dapat membantu memulihkan kualitas hidup yang mungkin terganggu akibat luka batin.