Kisah pilu dialami seorang wanita berusia 25 tahun yang harus bergulat dengan kenyataan pahit: menopause dini akibat diagnosis kanker payudara. Perjalanan hidupnya berubah drastis setelah menemukan benjolan di payudaranya.
Semuanya berawal ketika ia merasakan benjolan kecil dan keras saat sedang berbaring di tempat tidur. Pikiran buruk langsung menghantuinya, apalagi ia memiliki riwayat kanker dalam keluarga.
Prediksi American Cancer Society menunjukkan peningkatan kasus kanker payudara pada wanita di Amerika Serikat. Namun, hanya sebagian kecil menyerang wanita di bawah usia 45 tahun, apalagi yang seusia dirinya saat itu, 24 tahun.
Awalnya, ia menunda pemeriksaan. Ia memilih pergi berselancar ke Indonesia, kegiatan yang dikenalkan oleh ayahnya. Saat berangkat, benjolan itu sebesar permen, namun saat kembali, ukurannya sudah sebesar anggur.
Kekhawatiran memuncak, ia akhirnya memeriksakan diri. Hasil mamografi dan biopsi membuatnya terpuruk. Benjolan tersebut adalah kanker payudara triple positif stadium 1. Bahkan, MRI menunjukkan perkembangan ke stadium 2.
Dokter memperingatkan bahwa kemoterapi dapat mengancam kesuburannya. Suntikan hormon untuk mencegah kanker di masa depan juga berpotensi memicu menopause dini. Ia pun memutuskan untuk membekukan sel telurnya.
Menghadapi Kemoterapi dan Operasi
Ia menjalani enam siklus kemoterapi. Untuk menyelamatkan rambutnya, ia mencoba cold capping, namun efek samping seperti sakit kepala, pusing, dan nyeri kulit kepala tak terhindarkan.
"Rasanya sulit melihat teman-teman seusiaku bersenang-senang, sementara hidupku terhenti," ujarnya.
Setelah kemoterapi, tumornya menyusut. Ia kemudian menjalani serangkaian operasi: pengangkatan tumor, mastektomi, dan rekonstruksi payudara.
"Saya menyadari bahwa saya harus melakukan ini untuk diriku sendiri, bukan hanya untuk anak yang bahkan belum saya miliki," tegasnya.
Menopause Dini dan Harapan Masa Depan
Selama setahun ke depan, ia akan menerima infus hormon untuk menurunkan risiko kambuhnya kanker. Selama satu dekade berikutnya, ia akan mengonsumsi pil KB setiap hari untuk menghentikan produksi estrogen oleh ovariumnya. Perawatan ini memicu menopause dini, dengan gejala seperti hot flashes, insomnia, nyeri sendi, kekeringan vagina, dan perubahan suasana hati.
"Suatu hari saya depresi, hari berikutnya saya gembira, lalu saya mati rasa," ungkapnya.
Meski berat, ia tetap optimis.
"Saya tahu saya kuat karena apa yang telah saya lalui. Ini mengajarkan saya bahwa langit adalah batas untuk apa yang bisa saya lakukan. Kita sering lupa bahwa kita tidak akan selalu muda dan sehat," pungkasnya.