Perlambatan pertumbuhan kredit yang tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juli 2025, dengan angka 7,03% secara tahunan (yoy), mengundang perhatian. Penurunan ini merata di berbagai segmen, mengindikasikan potensi masalah yang lebih luas dalam perekonomian.
Kondisi ini menjadi sorotan karena pertumbuhan kredit yang lemah mencerminkan penurunan permintaan pembiayaan dari sektor bisnis dan rumah tangga. Faktor-faktor seperti penurunan daya beli, penundaan investasi, dan kehati-hatian pelaku usaha di tengah ketidakpastian ekonomi menjadi penyebab potensial.
Dampaknya, mesin penggerak ekonomi dari sisi konsumsi dan investasi tidak berfungsi optimal. Hal ini berpotensi menekan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam beberapa kuartal ke depan.
Bagi perbankan, perlambatan ini mengindikasikan fungsi intermediasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bank mengalami kesulitan dalam menyalurkan dana masyarakat ke sektor produktif, yang berpotensi menekan margin bunga bersih (NIM).
Jika tren ini berlanjut, bank akan semakin mengandalkan pendapatan non-bunga untuk menjaga profitabilitas. Selain itu, lemahnya penyaluran kredit dapat meningkatkan risiko kualitas aset, karena ekspansi kredit yang rendah sering kali diiringi oleh peningkatan risiko gagal bayar.
Perlambatan kredit ini menjadi peringatan dini bagi pemerintah dan pelaku usaha. Diperlukan stimulus baru yang efektif untuk mendorong permintaan dan menggerakkan roda perekonomian.