Menteri Luar Negeri Belanda Mengundurkan Diri Akibat Konflik Israel-Palestina

AMSTERDAM – Gejolak politik melanda Belanda setelah Menteri Luar Negeri sementara, Caspar Veldkamp, memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Keputusan ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan terkait agresi Israel di Gaza.

Veldkamp merasa frustrasi karena usahanya untuk memberlakukan sanksi yang lebih keras terhadap Israel terhambat oleh rekan-rekannya di pemerintahan. Tekanan juga datang dari anggota parlemen, terutama pihak oposisi, yang menuntut tindakan lebih tegas terhadap Israel.

Sebelumnya, Veldkamp telah memberlakukan larangan perjalanan bagi dua menteri Israel. Namun, menurutnya, eskalasi serangan di Gaza menuntut respons yang lebih kuat dari pemerintah Belanda. Usulannya untuk menangguhkan perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Israel juga terganjal, terutama oleh Jerman.

Pengunduran diri Veldkamp memicu krisis politik lebih lanjut karena partai yang menaunginya, Partai Kontrak Sosial Baru yang berhaluan kanan-tengah, ikut menarik diri dari koalisi pemerintahan. Situasi ini menambah ketidakpastian menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan pada 29 Oktober.

Veldkamp mengungkapkan bahwa usahanya untuk mengambil langkah-langkah tambahan terhadap Israel atas konflik di Gaza menemui penolakan keras dalam rapat kabinet. Ia merasa "terkekang" dalam menjalankan kebijakan luar negeri yang dianggapnya perlu.

Beberapa waktu lalu, Belanda menyatakan Menteri sayap kanan Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, sebagai persona non grata atas hasutan mereka untuk melakukan kekerasan pemukiman dan mendorong pembersihan etnis Palestina di Gaza.

Belanda juga termasuk di antara negara-negara yang mengecam persetujuan Israel atas proyek permukiman baru di Tepi Barat, menyebutnya "tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional."

Meskipun demikian, pemerintah Belanda mengalami kebuntuan terkait langkah-langkah lebih lanjut seperti sanksi atau larangan visa, yang kemudian memicu pengunduran diri Veldkamp.

Tekanan domestik terhadap pemerintah terus meningkat sejak dimulainya konflik Israel di Gaza pada Oktober 2023. Demonstrasi besar-besaran di Den Haag, yang melibatkan ratusan ribu orang, menuntut sanksi terhadap Israel dan akses kemanusiaan tanpa batas ke Gaza.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyatakan bencana kelaparan di Gaza dan menuntut pertanggungjawaban Israel atas "penghalang sistematis" terhadap pengiriman bantuan. Data terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 62.000 warga Palestina telah menjadi korban jiwa sejak Oktober 2023.

Sementara itu, para menteri luar negeri Uni Eropa berulang kali gagal mencapai konsensus mengenai sanksi kolektif terhadap Israel. Beberapa proposal yang diajukan mencakup penangguhan Israel dari program sains dan teknologi Uni Eropa, pembatasan perdagangan, dan larangan visa bagi pejabat Israel.

Scroll to Top