DPR RI tengah mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah, dengan target pengesahan pada 26 Agustus 2025. Sejumlah poin krusial telah disepakati, menandai babak baru dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
Salah satu perubahan besar adalah transformasi Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Kesepakatan ini diharapkan dapat menghilangkan tumpang tindih kewenangan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan haji dan umrah. Kepala BP Haji akan berubah menjadi menteri, menandakan peningkatan status dan tanggung jawab.
Selain perubahan struktural, RUU ini juga menyentuh aspek operasional. Salah satu poin menarik adalah kemungkinan petugas haji non-Muslim. Ketentuan ini berlaku untuk petugas di embarkasi atau daerah minoritas, bukan untuk PPIH di Arab Saudi. Persyaratan detail mengenai petugas PPIH akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri.
Poin penting lainnya adalah penetapan kuota haji reguler di tingkat kabupaten/kota. RUU mengusulkan agar alokasi kuota ini ditetapkan oleh menteri, mengubah aturan sebelumnya yang melibatkan gubernur. Pembagian kuota akan mempertimbangkan proporsi jumlah penduduk Muslim dan daftar tunggu jemaah haji antar provinsi.
Usia minimal jemaah haji juga menjadi perdebatan. Usulan perubahan syarat usia minimal mencuat, dengan mempertimbangkan aspek syariah. Ada wacana usia minimal dapat diturunkan hingga 9 tahun, dengan alasan akil balig pada perempuan. Hal ini masih dalam pembahasan intensif di antara anggota panja.
Namun, RUU ini juga menuai penolakan dari beberapa pihak. Asosiasi penyelenggara haji dan umrah menolak legalisasi umrah mandiri, khawatir akan minimnya perlindungan jemaah dan dampak negatif pada ekonomi umat. Mereka berpendapat bahwa umrah memerlukan bimbingan dan jaminan keamanan yang hanya bisa diberikan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Selain itu, alokasi kuota haji khusus maksimal 8 persen juga menjadi sorotan. Pihak terkait khawatir kuota ini berpotensi tidak terserap, sehingga mengusulkan aturan yang lebih fleksibel untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut.
Pembahasan RUU Haji dan Umrah ini terus berlanjut, dengan harapan dapat menghasilkan regulasi yang lebih baik dan memberikan manfaat maksimal bagi umat Islam Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah.