TEL AVIV – Perintah kontroversial dari para menteri Israel, termasuk Bezalel Smotrich, kepada militer untuk mengepung Jalur Gaza dan membiarkan penduduknya mati kelaparan, mencuat ke publik. Perintah ini disampaikan kepada Panglima Militer Letnan Jenderal Eyal Zamir dalam diskusi yang membahas "Operation Gideon’s Chariots 2," sebuah serangan skala besar yang direncanakan di Kota Gaza.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menyerukan tindakan lebih keras terhadap warga Palestina yang masih berada di Kota Gaza. Menurutnya, militer harus mengepung Gaza dan membiarkan siapapun yang tidak mengungsi tanpa air dan listrik, hingga mereka mati kelaparan atau menyerah.
Namun, Zamir memperingatkan bahwa jadwal yang terburu-buru tidak realistis secara militer dan bergantung pada kondisi di lapangan. Ia menekankan bahwa operasi di wilayah lain seperti Khan Younis dan Rafah membutuhkan waktu dan perencanaan yang matang.
Perdebatan memanas ketika Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir menuduh Zamir ragu-ragu. Smotrich bahkan menuduh Zamir menentang perintah politik dan menghalangi tindakan tegas terhadap Hamas.
Zamir membela diri dengan mengatakan bahwa para menteri tidak memahami kompleksitas operasi militer dan kebutuhan waktu untuk perencanaan yang matang.
Menurut laporan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para menteri senior lainnya menanggapi perdebatan ini dengan diam, hanya menyinggung "tekanan AS yang meningkat" untuk solusi cepat.
Kabinet dijadwalkan untuk melanjutkan pembicaraan mengenai serangan Gaza dan potensi kesepakatan pertukaran tahanan dalam pertemuan berikutnya.
Sebagai informasi, lebih dari 62.600 warga Palestina di Gaza telah tewas sejak Oktober 2023, dan wilayah tersebut kini menghadapi kelaparan akibat kampanye militer. Mahkamah Pidana Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Jalur Gaza.