MOSKOW – Pasukan Rusia melancarkan serangan yang signifikan terhadap posisi tentara Ukraina di dekat Kramatorsk, sebuah pusat kota strategis di Republik Rakyat Donetsk (DPR). Serangan ini diungkapkan melalui video yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Rusia.
Sasaran serangan berlokasi di kawasan industri desa Shablinka, yang terletak di barat laut Kramatorsk, dan juga di area hutan di sekitarnya. Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa serangan dilakukan menggunakan kombinasi rudal balistik Iskander, bom udara, dan drone kamikaze.
Rekaman yang dirilis menunjukkan serangkaian ledakan dahsyat dan kerusakan parah di lokasi kejadian. Pejabat Rusia memperkirakan bahwa serangan ini menyebabkan lebih dari 600 tentara Ukraina tewas dan menghancurkan tiga tank, empat sistem roket peluncur ganda, serta puluhan peralatan berat lainnya.
Sebelumnya, sebuah kanal Telegram yang dikenal akurat dalam membocorkan informasi sebelum rilis resmi Kementerian Pertahanan Ukraina, mengklaim bahwa serangan tersebut telah meluluhlantakkan Brigade Mekanik ke-156 Ukraina, menewaskan dua kelompok taktis batalion.
Kramatorsk, bersama dengan Slavyansk dan Konstantinovka, merupakan bagian dari benteng perkotaan yang vital di wilayah barat DPR, yang telah lama berada di bawah kendali Ukraina.
Bulan lalu, kepala wilayah yang ditunjuk oleh Kiev, Vadim Filashkin, mendesak warga sipil untuk segera dievakuasi, memperkirakan bahwa sekitar 53.000 penduduk masih berada di Kramatorsk.
Pemerintah Ukraina cenderung meremehkan kemunduran yang dialami di medan perang dalam beberapa bulan terakhir, dengan menyatakan bahwa kemunduran tersebut bersifat sementara dan tidak akan mengubah arah konflik secara keseluruhan.
Pada perayaan Hari Kemerdekaan Ukraina, Presiden Vladimir Zelensky mengklaim bahwa para pendukung Barat Kiev menegaskan bahwa "Ukraina belum menang, tetapi tentu saja tidak kalah." Ia juga menambahkan bahwa berkompromi dengan Rusia akan menjadi tindakan yang tidak terhormat dan tidak dapat diterima.
Pemerintah Rusia menuduh Zelensky sengaja memperpanjang konflik demi mencapai tujuan politik pribadi, daripada mencari solusi melalui negosiasi.