Tunjangan perumahan untuk anggota DPR sebesar Rp 50 juta per bulan menuai sorotan publik. Sejumlah anggota dewan pun angkat bicara mengenai hal ini.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, meminta masyarakat tidak terpaku pada nominal fantastis tersebut. Ia menekankan bahwa anggota DPR akan menyalurkan rezeki yang mereka terima kembali kepada masyarakat melalui berbagai cara. Menurutnya, tunjangan ini justru lebih hemat dibandingkan dengan penyediaan rumah dinas yang biaya perawatannya bisa berkali-kali lipat lebih besar.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan pihaknya akan menampung kritik dan mengevaluasi tunjangan tersebut jika dianggap berlebihan. Ia menjelaskan bahwa tunjangan ini telah dikaji dengan mempertimbangkan harga sewa rumah di Jakarta. Puan juga menegaskan bahwa anggota DPR tidak menerima kenaikan gaji dan fasilitas rumah jabatan telah dikembalikan ke negara.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meluruskan informasi terkait tunjangan ini. Ia menjelaskan bahwa tunjangan sebesar Rp 50 juta per bulan hanya diberikan dari Oktober 2024 hingga Oktober 2025. Dana tersebut diperuntukkan untuk mengontrak rumah selama masa jabatan anggota DPR, yaitu 5 tahun. Setelah Oktober 2025, tunjangan perumahan tidak akan diberikan lagi.
Dasco menambahkan bahwa anggaran tunjangan perumahan belum tersedia sepenuhnya pada tahun 2024, sehingga diberikan secara bertahap. Ia mengakui bahwa kurangnya penjelasan detail sebelumnya telah menimbulkan polemik di masyarakat.
Mengenai asal-usul angka Rp 50 juta, Dasco mengatakan bahwa angka tersebut biasanya berasal dari Menteri Keuangan dan Sekretariat Jenderal dengan mempertimbangkan harga sewa rumah di Jakarta selama 5 tahun. Ia juga mengklarifikasi pernyataan anggota DPR yang menyebut gaji bersih anggota DPR mencapai Rp 100 juta, menjelaskan bahwa angka tersebut termasuk tunjangan perumahan yang akan dihilangkan setelah Oktober 2025.