Penurunan tarif ojek online (ojol) kembali menjadi sorotan. Setelah sebelumnya turun 20%, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar tarif dipangkas lagi menjadi hanya 5%. Usulan ini memicu kekhawatiran akan keberlangsungan operasional perusahaan aplikasi ojol.
Ekonom Nailul Huda mengingatkan bahwa perusahaan, sebagai entitas bisnis, membutuhkan keuntungan untuk menjalankan operasionalnya. Penurunan tarif yang drastis dikhawatirkan akan menggerus daya tahan perusahaan penyedia aplikasi ojol. Keuntungan tersebut krusial untuk membiayai operasional sehari-hari, pemeliharaan sistem, serta program-program yang ditujukan bagi konsumen dan mitra pengemudi.
Berkaca pada pengalaman sebelumnya, lebih dari tujuh operator, termasuk raksasa seperti Uber, telah gulung tikar. Salah satu faktor utamanya adalah kesulitan dalam mencapai keuntungan yang memadai untuk menjaga operasional perusahaan tetap berjalan.
Nailul Huda menyoroti bahwa margin keuntungan antara mitra pengemudi dan perusahaan saat ini belum ideal. Dengan penurunan tarif menjadi hanya 5%, risiko kerugian bagi perusahaan penyedia jasa ojol semakin besar. Kondisi ini dapat memicu gelombang kebangkrutan di industri ojol, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen dan mitra pengemudi.