Aktor, komedian, dan penyanyi legendaris Jaja Miharja baru-baru ini dianugerahi penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Penghargaan prestisius ini diserahkan langsung di Istana Negara pada hari Senin, 25 Agustus 2025.
Dengan raut bahagia, Jaja Miharja mengungkapkan kegembiraannya menerima penghargaan tersebut. "Saya sangat senang, sampai ingin memberitahu semua teman. Jarang-jarang kan Jaja Miharja dapat penghargaan seperti ini," ujarnya saat ditemui di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, pada hari Rabu, 27 Agustus 2025.
Pria berusia 84 tahun yang akrab disapa Ayah Jaja ini menceritakan pengalaman lucu sekaligus mengharukan terkait proses penerimaan penghargaan. Ia mengaku ditelepon sehari sebelum acara. "Saya diundang hari Sabtu untuk datang ke Istana pada hari Senin. Jas ini baru saya jahit lho!" ungkapnya dengan antusias.
Bintang Budaya Parama Dharma merupakan apresiasi tertinggi dari pemerintah bagi seniman senior yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan seni dan budaya Indonesia.
"Saya dianugerahi Bintang Budaya Parama Dharma oleh Presiden. Ini penghargaan untuk seniman senior yang berjasa, dan saya memang menekuni kesenian," jelasnya.
Jaja Miharja juga mengenang saat pertama kali menerima telepon dari Menteri Kebudayaan Indonesia, Fadli Zon. Ia mengaku sempat bingung. "Dia bilang, ‘Ayah Jaja kemana saja saya cari?’. Saya tanya, ‘Cari dimana? Nomor telepon saya kan ada’. Lalu dia bilang, ‘Hari Senin datang ke Istana jam 6’," cerita Jaja Miharja.
Pertemuan langsung dengan Presiden Prabowo juga memberikan kesan mendalam bagi bintang film Benyamin Biang Kerok 2 ini. Ia mengungkapkan pesan yang disampaikan Prabowo Subianto kepadanya.
"Bukan hanya berbincang, tapi pundak saya ditepuk-tepuk. Beliau berkata, ‘Teruskan’. Saya jawab, ‘Siap Pak, saya lanjutkan’. Sedap… oke kan?" ujarnya dengan semangat.
Jaja Miharja menekankan pentingnya konsistensi dan dedikasi dalam berkarya, terutama bagi generasi muda. Ia menceritakan pengalamannya berjuang membangun karier keartisannya, meski seringkali dicemooh.
"Saya mendirikan Orkes Melayu tahun 1960, dan nama itu masih ada sampai sekarang. Dulu, seniman sering dicemooh, apalagi musik dangdut. Dibilang, ‘Apaan Orkes Melayu? Gak bakal maju’. Tapi karena saya berjuang, saya berpesan kepada generasi muda, kalau kalian ingin jadi sesuatu, tekuni terus!" pesannya.